Sabtu, 01 Juni 2013

Dosen Rangkap Jabatan

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih kembali menjadi ketua umum partai demokrat, kredibilitasnya untuk mengurusi Negara semakin diragukan. Mampukah SBY focus mengurusi Negara dan partainya, ataukah tidak. Disisi yang lain, masyarakat sudah semakin yakin bahwa selama ini SBY lebih mementingkan partainya ketimbang mengurusi Negara yang semakin carut marut.
Kini SBY telah beristri dua –atau bahkan lebih-. Layaknya seseorang yang berpoligami, ia dituntut untuk mampu berlaku adil kepada kedua istrinya, Indonesia dan Demokrat. Namun, seperti yang dikatakan Habiburrahman dalam novel fenomenalnya Ayat-ayat Cinta, satu istri saja belum tentu adil, apa lagi dua.
Sialnya, fenomena poligami jabatan ini juga dilakukan oleh para dosen, khususnya dosen dikampus saya. Entah itu jabatan di internal kampus sendiri atau pun jabatan yang lainnya diluar sana. Saya selaku mahasiswanya yang entah dijadikan isrti keberapa, tidak peduli dengan banyaknya istri yang dimiliki dosen saya tersebut. Yang terpenting adalah, hak saya sebagai mahasiswanya tidak boleh direduksi sedikitpun.
Antara Hak dan Kewajiban
Islam memang membolehkan poligami, akan tetapi dengan syarat yang tidak mudah. Syarat yang paling berat menurut saya ialah mampu berlaku adil. Adil, bisa kita artikan sebagai pekerjaan yang mampu memposisikan antara hak dan kewajiban.
Saya pribadi selaku mahasiswa tidak  menentang bagi dosen yang mempunyai jabatan atau pekerjaan lain, mungkin saja memang subsidi dari pemerintah untuk para tenaga pengajar termasuk dosen tidaklah cukup. Namun kiranya, dosen pun harus sadar akan kewajibannya sebagai tenaga pengajar yang kehadirannya dikelas sangat menentukan untuk perkembangan wawasan mahasiswa.
Saya pribadi sering menjadi korban dosen beristri dua seperti diatas, ketika sedang asik-asiknya berdiskusi tiba-tiba saja ponsel si dosen berbunyi, kemudian setelah itu dia seenaknya pergi dengan alasan sudah ditunggu rapat. Itu sering. Yang paling parah, ada juga dosen yang jarang sekali masuk, ketika dia mau masuk malah merubah jam seenaknya. Saya dan teman-teman yang lain yang tidak mungkin bisa masuk pada jam yang ia tentukan—karena juga punya istri lain—nilainya tidak dikeluarkan. Ini tidak adil.

Dalam hal ini, dosen seharusnya mampu bersikap tegas dan adil. Jika memang pekerjaannya sebagai dosen tidak mampu dijalaninya dengan baik, tersebab kerjaan yang lainnya, ia harus rela melepas jabatannya sebagai dosen. Jangan sampai mengorbankan mahasiswanya. Kita selaku mahasiswa, berhak mendapatakan pengajaran yang baik dari para dosen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar