Minggu, 16 Januari 2011

Menulis Sehatkan Jasmani dan Rohani

Posted on 14 May 2009 at 9:42am
22SUATU ketika Anda membaca berita atau artikel di suratkabar yang menurut Anda penuh kesalahan dan kepalsuan. Apakah Anda:
1. Merasa jengkel, lalu menceritakannya kepada teman-teman Anda dengan penuh kekesalan, umpatan, dan caci-maki?
2. Langsung menyalakan komputer dan menulis surat pembaca atau artikel tanggapan dan dikirimkan ke redaksi suratkabar tersebut, atau sekadar untuk dimuat di mading, buletin, atau majalah sekolah.
Jika jawaban Anda nomor 1, Anda hanya bisa “curhat” kepada teman-teman Anda yang tentu saja terbatas jumlahnya. Kalah banyak dengan jumlah pembaca suratkabar yang memuat berita/artikel tersebut. Anda belum melakukan “perlawanan” seimbang.
Jika jawaban Anda nomor 2, tindakan Anda tepat. Berarti Anda menggunakan Hak Jawab, yaitu hak pembaca, seseorang atau sekelompok orang, untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, atau Hak Koreksi, yaitu adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Kedua hak itu diberikan, dijamin, oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga media massa wajib memuat tanggapan atau koreksi pembaca itu.
Namun ada masalah. Ketika Anda tidak merasa puas dengan hanya merasa jengkel dan “curhat”, lalu mencoba langkah nomor 2, Anda tidak bisa menuliskan apa-apa. Yang ada di kepala, tiba-tiba hilang begitu Anda menatap monitor komputer Anda –tidak selancar ketika Anda berbicara dengan kawan-kawan Anda. Lalu, apa yang harus dilakukan?
PENGERTIAN MENULIS
Menulis (writing) itu bagian dari kegiatan kita sehari-hari. Ia adalah bagian dari komunikasi –selain mendengar (listening), membaca (reading), dan berbicara (speaking) —saat kita berinteraksi atau bergaul dengan orang lain.
Dengan demikian, menulis hakikatnya adalah komunikasi tulisan. Pesan yang disampaikan bisa berupa informasi, gagasan, pemikiran, ajakan, dan sebagainya. Hanya saja, menulis yang kita maksud di sini adalah menulis untuk dipublikasikan di media massa, seperti suratkabar, tabloid, majalah, atau menulis buku. Karena menulis di media massa ada “aturan main”-nya, maka ia butuh keahlian atau keterampilan khusus.
Tapi jangan dibayangkan menulis itu susah. Mudah kok, asalkan kita memang berniat, mood, benar-benar mau menulis atau menjadi penulis. Apalagi kalau “hanya” menulis untuk majalah sekolah, termasuk mading, wuah… gampang banget, asal ada niat aja.
Soalnya, isi mading biasanya tulisan ringan (feature), seperti tips, ‘curhat’, atau komentar tentang suatu masalah. Kalaupun Anda menulis masalah serius untuk mading, misalnya masalah politik, maka Anda tidak perlu menuliskannya seperti seorang pengamat yang menulis di suratkabar atau majalah. Tetap menggunakan gaya Anda, teenager style, yang biasanya “ceplas-ceplos” penuh kejujuran alias kepolosan dan tanpa beban.
Ketika Anda menulis di mading atau majalah sekolah, target pembacanya sangat jelas: teman Anda, sesama siswa. Dengan begitu, Anda tidak merasakan kesulitan untuk memilih gaya bahasa dan menuliskan istilah-istilah yang mereka kenal, wong Anda juga bagian dari mereka kok!
SEPERTI BERBICARA
Menulis itu seperti berbicara –menyampaikan sebuah pesan, bisa berupa informasi, pemikiran, ajakan, atau unek-unek. Yang dimaksud menulis dalam konteks pembahasan kita adalah menulis artikel, yakni sebuah tulisan yang berisi pendapat atau opini subjektif penulisnya tentang sebuah masalah atau peristiwa. Contohnya, terjadi bencana banjir (peristiwa). Penulis punya pendapat tentang peristiwa itu, lalu ia menuliskan pendapatnya tersebut, namun dengan dukungan data, fakta, bahkan teori banjir –misalnya penyebab banjir.
Sebuah artikel dapat dikembangkan menjadi sebuah buku, tinggal diluaskan cakupan bahasannya, juga lebih rinci, dan tambah data-data pendukung.
Menulis berbeda dengan mengarang. Penulis juga berbeda dengan pengarang. Menulis itu menyampaikan ide atau pendapat tentang suatu peristiwa atau masalah faktual (benar-benar terjadi) alias nonfiksi. Sedangkan mengarang adalah menyusun sebuah cerita karangan, fiktif, tidak faktual, seperti cerpen dan novel (karya sastra). Yang dituliskan adalah hasil lamunan, khayalan, fantasi, atau imaginasi pengarang.
FAIDAH MENULIS
Sebelum membicarakan kiat, cara, atau teknik menulis, kita simak dulu apa saja manfaat menulis. Mengetahui manfaat ini penting, mengingat ia akan menjadi motivasi yang kuat bagi diri kita untuk mulai dan terus menulis.
Manfaat menulis, baik sekadar menulis diary, menulis tanggapan di milis, bloger, atau media online, hingga menulis artikel ilmiah populer dan buku, antara lain sebagai berikut:
1. Self Expression. Menulis berarti mengekspresikan perasaan, pikiran, dan keinginan. Dijamin, “beban” yang ada dalam diri akan berkurang, serasa lepas, dengan menulis. Tulisan menjadi semacam sarana “curhat”. Apalagi jika kemudian tulisan itu dibaca dan ditanggapi orang lain. Anda akan merasa bahagia jika diperhatikan orang, bukan? Lagi pula, menurut sebuah penelitian, sumber kebahagiaan yang utama adalah ekspresi diri. Harta dan lainnya berada pada urutan berikutnya.
2. Self Image or Personal Branding. Dengan menulis, Anda akan membangun “citra diri” (self image) sebagai orang yang berwawasan, intelek, dan berkualitas. Dengan menulis, orang akan mengetahui bahwa Anda orang yang berwawasan, punya pemikiran bagus, atau sebaliknya… picik dan bloon.
Tulisan Anda adalah “iklan” atau “promosi” tentang diri Anda kepada orang lain (personal branding). Anda akan memilki banyak fans atau supporter jika tulisan Anda memikat hati mereka. Anda pun akan menjadi orang populer, dikenal banyak orang.
3. Self Confident. Tulisan yang bagus akan membangun citra diri sang penulis yang pada gilirannya membangun kepercayaan dirinya (self confident). Orang yang suka menulis akan senantiasa menjadi perhatian dan menonjol dibandingkan yang lain. Jika orang memuji tulisan Anda, yakinlah kepercayaan diri Anda akan makin baik sekaligus memotivasi Anda untuk menulis lebih baik lagi.
3. Agent of Change. Dengan menulis, Anda bisa menjadi “agen perubahan”. Ide-ide yang dituangkan dalam tulisan dapat mempengaruhi pemikiran pembaca, membentuk opini publik (public opinion), dan melakukan sesuatu sesuai dengan ide Anda. Andai RA Kartini tidak menulis surat kepada kawan-kawannya, dia tidak akan dijuluki “tokoh emansipasi wanita” atau orang tidak akan membicarakan hak-hak kaum wanita.
Tulisan bahkan memiliki kekuatan untuk menggulingkan sebuah rezim pemerintah, juga dapat mencegah perang, membangkitkan semangat hidup, menyelamatkan nyawa. Selain itu, dengan menulis, ilmu yang Anda miliki tersebar kepada banyak orang. Jadilah Anda seorang guru.
4. Sharing. Selain berbagi ide atau pemikiran, menulis juga menjadi sarana berbagi pengalaman. Ini berarti, Anda menjadi “guru” bagi pembaca Anda. Bukankah sering dikatakan, pengalaman adalah guru terbaik? Pengalaman yang dituangkan dalam tulisan pasti mengandung hikmah (pelajaran).
5. Profit Making. Keuntungan finansial adalah bagian dari berkah menulis. Hampir semua media massa memberikan honor bagi penulisnya. Demikian pula penerbit buku yang memberikan royalti atau membeli naskah penulisnya. Anda bisa mencari nafkah dengan menulis, asalkan produktivitas menulis Anda tinggi atau memadai. JK Rowling yang hanya seorang guru miskin di Inggris pun tak pernah bermimpi jika Harry Potter akan mendunia, padahal semula ia hanya ingin menuliskan khayalan masa kecilnya.
6. Healthy Life. Menulis juga ternyata baik bagi kesehatan. Seorang penulis tersohor wanita, Fatima Mernissi, yakin bahwa setiap satu goresan tulisan dapat menghilangkan satu keriput di kantong mata. Menulis juga dapat mengencangkan kulit dan menyehatkan.
Seorang psikolog peneliti, James Pennebaker, Ph.D. mendukung keyakinan Mernissi. Pennebaker membuktikan, bahwa menulis dapat meningkatkan kekebalan tubuh (imunitas) seseorang. Dari sample mahasiswa yang dia teliti didapatkan kunjungan ke klinik kesehatan menurun dengan cukup signifikan setelah mereka menulis. Pemeriksaan darah yang dilakukan setelah mereka menulis pun menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih.
Dari hasil penelitiannya, sebagaimana dikutip dalam buku Quantum Writing (2006), Pennebaker menyimpulkan, menulis dapat menjernihkan pikiran, menghilangkan trauma, mendapatkan dan menggali informasi-informasi baru, membantu menyelesaikan masalah, dan membantu seseorang menulis ketika terpaksa harus menulis.
Dalam jurnal Clinical Psychology, James Pennebaker, Ph.D dan Janet Seager, Ph.D melaporkan: orang yang memiliki kebiasaan menulis umumnya memiliki kondisi mental lebih sehat dari mereka yang tidak punya kebiasaan tersebut. Pikiran yang sehat tentunya akan memiliki kekuatan untuk memberi dampak positif pada tubuh kita secara fisik.
7. Trauma Healing. Terapi penyembuhan diri (trauma healing) antara lain merujuk pada Paulo Coelho yang dalam novel The Al Chemist. Ia menyarankan agar kita menuliskan segala kesedihan atau perasaan yang mengganggu dalam selembar kertas dan melarungkannya ke sungai. Niscaya kesedihan atau kekuatiran akan sirna!
8. Dakwah. Last but not least, menulis menjadi sarana dakwah, yakni da’wah bil qolam (dakwah dengan tulisan). Dengan tulisan, semua Muslim bisa menjadi jurudakwah, tanpa perlu malu, gugup, demam panggung, dan tanpa harus menjadi penceramah di atas mimbar. Menulis dalam konteks ini adalah dakwah tanpa mimbar. Hanya dengan mengutipkan sebuah ayat atau hadits di mading atau buletin, Anda sudah berdakwah. So, kibarkan panji Islam, sebarkan nilai-nilai Islam, dan lakukan ‘amar ma’ruf nahyi munkar, dengan tulisan! (www.romeltea.com).*

Diary, Menelusuri Lorong Sunyi Sebuah Hati

Seberapa besar pun kekuatan seseorang untuk sendiri, ia membutuhkan tempat berbagi.
Tidak semua jiwa bisa terbuka kepada sesama yang bernyawa. Banyak pribadi yang terkunci di lorong tabir kesunyian dan hanya ingin menikmati sendiri. Untuk meredakan sepi, semua yang dialami tercurah dalam diary. Sebuah diary dapat menjadi tempat curahan hati.


diary2 imagesBagi sebagian orang, diary mungkin hanya sebuah buku yang memuat serangkaian catatan peristiwa yang dialami penulisnya. Sah-sah saja sih, jika memang yang dilihat hanya bentuk fisiknya. Namun, bagi yang suka menulisnya, diary memiliki kedekatan emosional dengan penulisnya. Mengapa? Karena hal-hal yang bersifat rahasia pun bisa ditulis dalam diary. Gak berlebihan kok, kalau orang merasa aman dan nyaman menuliskan segenap perasaan, harapan, keinginan dan semua hal yang dialaminya pada diary. Dijamin safety, asal gak ada yang kurang ajar baca-baca privasi orang. Makanya, umumnya diary itu disimpan di tempat yang paling aman oleh pemiliknya.
Tidak sedikit orang yang menganggap remeh menulis diary, dianggap buang-buang energi atau melankolis. Padahal, manfaatnya juga banyak lho. Pertama, kalau kita mau menelaah sejarah, banyak peristiwa sejarah yang terungkap lewat catatan-catatan pribadi para pelaku sejarah. Contohnya, Tulisan R. A. Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Tulisan ini, pada awalnya adalah sebuah catatan dan surat pribadi yang berisi curahan perasaanya tentang penindasan dan pengekangan hak-hak kaum perempuan saat itu, serta keinginannya untuk mengubah nasib kaum perempuan agar memperoleh hak yang sama dengan laki-laki, terutama masalah pendidikan. Di kemudian hari, tulisan ini justru menginspirasi banyak hati dan mampu mengubah cara pandang sebuah bangsa terhadap sosok kaum Hawa.
Kedua, menulis diary ternyata merupakan latihan menulis secara kronologis. Banyak yang sudah membuktikan bahwa orang yang suka menulis diary lebih lancar menulis, baik tulisan fiksi maupun non-fiksi. Bisa kita pahami sih, karena menulis diary itu ibarat melaporkan apa yang kita alami, kita anggap penting dan kita rasakan sehari-hari, sehingga ketika membuat tulisan lain susunan kata dan alur yang digunakan lebih runut dan kronologis.
Ketiga, diary merupakan ajang berekspresi sekaligus kebebasan berkarya. Tak perlu khawatir dinilai salah atau takut dicela karena semua yang tertuang adalah gambaran jiwa. Orang akan lebih jujur bercerita pada diary daripada sahabat atau keluarganya. Sebuah cerita hati tentang kesedihan, kebahagiaan, keinginan terpendam bahkan kemarahan tertuang tanpa batasan. Ketika menulis penuh kejujuran, tulisan itu bisa menjadi kekuatan untuk melepas beban yang menekan. Tulisan yang dihasilkan pun biasanya akan membuat penasaran. Mungkin sudah banyak yang pernah membaca buku-buku yang berasal dari catatan harian seseorang. Misalnya, Catatan Harian Lelaki Malam karangan Moammar Emka. Sebuah catatan pribadi kehidupan penulisnya yang dipublikasikan.  Alur ceritanya terasa sangat real, natural dan menarik karena memang isi cerita yang disuguhkan adalah perjalanan nyata hidupnya. Tidak salah jika kemudian para ahli psikologi menyatakan bahwa menulis diary bisa menjadi terapi emosi, alternatif penyembuhan trauma dan bisa menjadikan seseorang sukses karena seseorang bisa me-review, mengevaluasi dan memperbaiki kesalahanserta kekurangan dirinya melalui serangkaian catatan perjalanan hidup dalam diary.
Keempat, diary juga ternyata merupakan kumpulan diksi, gaya bahasa dan bentuk karya sastra. Gaya bahasa hiperbola misalnya, bisa dituliskan tanpa rekayasa ketika si penulis merasakan kesedihan atau kebahagiaan yang mendalam. Demikian pula dengan pilihan kata-kata yang digunakan penulisnya. Kadang-kadang, kita tertegun takjub ketika membaca diary kita sendiri. Ternyata kita bisa menulis, mengolah kata dan memainkan gaya bahasa sesuai dengan apa yang hati kita rasakan tanpa ditutup-tutupi. Jika kita menyadari itu, maka diary pun bisa menjadi ajang berlatih menulis, berbahasa atau bahkan membuat karya sastra.
Yang paling penting dari sebuah diary ialah bahwa kita sebagai penulisnya memiliki arti dan bisa mengenal lebih dekat diri kita sendiri. Kita tahu apa yang kita inginkan, kita mengerti apa yang membuat kita nyaman atau bete, kita paham seberapa besar upaya kita untuk membuat diri kita bahagia bahkan bisa menggambarkan pribadi orang lain sesuai pemahaman kita, dengan me-review diary kita. So, diary itu punya makna yang dalam sebagai buku kehidupan. (Nia Hidayati)

Jumat, 14 Januari 2011

Menulis Mengurangi Stres

Friday, 14 January 2011

MEMBACA dan mendengarkan, lalu diimbangi dengan menulis dan berbicara, itu sehat, melegakan, dan menghibur. Ibarat hubungan antara makan-minum yang harus diimbangi dengan olahraga agar berkeringat serta membuang kotoran ke toilet.

Kalau ada pemasukan gizi dan kalori namun tak ada pembakaran dan pengeluaran sisa kotoran, bisa memicu kolesterol. Saluran darah tersumbat, kinerja jantung terganggu,lalu stroke.Ibarat tubuh, secara sosial bangsa ini sudah mengalami stroke.Suplai kebutuhan pangan, pendidikan, dan layanan sosial tidak merata. Beberapa bagian wilayah republik mengalami kolesterol, sebagian lain defisit, jadi lumpuh.Ada bagian- bagian dari tubuh bangsa ini mengalami stroke,lumpuh. Saya sendiri kadang ragu dan bertanya, seberapa besar tulisantulisan saya memberi manfaat dan masukan gizi moral-intelektual pada pembaca.Namun,sebelum jawaban itu didapat, yang pasti, dengan menulis, sebagian beban emosi jadi berkurang.Menulis berfungsi bagaikan ventilasi untuk menyalurkan kepengapan emosi dan pikiran.

Dengan berbagi kepada pembaca,meskipun tidak melalui tatap muka, beban pikiran di kepala dan sesak di dada sedikit berkurang. Pengalaman ini pasti dialami banyak orang meski tidak dengan jalan menulis, melainkan curhat, yaitu mengeluarkan unek-unek kepada teman dekat. Ada lagi orang yang mesti marah-marah untuk membuang stresnya. Ketika orang menumpahkan emosi, sebaiknya lawan bicara tidak mesti menanggapi dengan argumentasi kritis.Yang diperlukan adalah pendengar yang mau berbagi telinga dengan cara simpatik. Dalam kehidupan berumah tangga, kita pasti semua pernah mengalami adegan ini. Kalau orang sedang mau menumpahkan emosinya, lalu yang lain malah mengajak berdebat, sama halnya ibarat ada api yang lain menyodorkan minyak. Suasana tambah panas, ujungnya semua ikut terbakar.

Bayangkan saja,setiap hari kita disuguhi berita yang membuat kepala pusing, dada sesak. Hanya oleh seorang Gayus, lembaga dan para penegak hukum di negeri ini dipermainkan dan dipermalukan. Dan di sana banyak Gayus-Gayus lain yang belum atau tidak terungkap. Padahal tugas pemerintah tidak sekadar mengalahkan Gayus, tapi juga mengalahkan kemiskinan, pengangguran, dan berbagai ketertinggalan di bidang layanan sosial. Kalau terhadap Gayus saja kedodoran, bagaimana menyelesaikan tantangan dan kewajiban lain yang lebih besar dan mendesak? Menghadapi luapan informasi yang sebagian besar tidak menyenangkan, ada teman yang kemudian enggan membaca surat kabar dan nonton televisi.Tidak mengikuti berita merasa ketinggalan. Kalau terus mengikuti,kepala tambah butek.

Karena itu, jadi politisi dan pejabat publik di negeri ini mesti kuat jantungnya, mesti lapang dada. Mesti pandai-pandai menemukan hiburan sebagai outlet atau ventilasi menyalurkan beban batin. Bagi saya, salah satunya melalui tulisan di media massa atau Twitter.Karena keduanya merupakan media publik, sebaiknya etika tetap dijaga dan senantiasa menebarkan semangat kritiskonstruktif. Saya belajar menulis sejak masih belajar di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang.Pernah dalam kurun waktu setahun kami diwajibkan oleh kiai menulis buku harian, mencatat peristiwa-peristiwa penting yang dilakukan sehari-semalam.

Lalu setiap minggu ditugaskan menulis esai satu halaman. Semua itu diperiksa oleh kiai dan diberi komentar sehingga kami serius melakukannya. Dari situlah mulai tertanam kebiasaan untuk menulis, yang ternyata sangat berguna, terutama setelah duduk di bangku kuliah. Dengan membiasakan menulis, seseorang dipaksa untuk melakukan ekonomisasi kata dan kalimat dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan serta menerapkan gramatika yang benar karena akan dibaca oleh publik. Bayangkan saja,ketika menulis untuk rubrik majalah atau surat kabar,ruangnya terbatas sehingga dituntut untuk menyampaikan pikiran dengan singkat,benar,dan enak dibaca.Kebiasaan ini sangat perlu dilatihkan kepada para siswa di SMP dan SMU agar nanti ketika duduk di bangku kuliah menyenangi tugas riset dan menulis makalah ilmiah. Dari hasil pengamatan sekilas, pendidikan menulis di SMU menurun karena soal ujian terakhir yang akan dihadapi lebih banyak berupa pilihan ganda.

Di negara yang sudah maju seperti Amerika atau Jepang,misalnya,tradisi bacatulis para siswa sangat menonjol. Mereka terbiasa membaca novel tebal-tebal karena memang dianjurkan oleh sekolah. Ada pelajaran resensi buku untuk melatih daya kritis dan daya serap siswa. Juga ada proses reproduksi pemikiran. Ini sangat penting agar sejak dini para siswa terlatih berpikir kreatif-produktif, bukan hanya sebagai penerima dan penghafal pasif.(*)

PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT
Rektor UIN Syarif Hidayatullah

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/375742/