Senin, 24 Desember 2012

Indonesia Incorporated: Melihat Wajah Baru Imperealisme


“jika kita tidak berhati-hati, kita akan menjadi bangsa kuli atau kuli di antara bangsa-bangsa”  (Bung Karno)

Siapa yang tidak sepakat bahwasanya Indonesia merupakan negeri yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah. Negeri jelmaan surga sehingga tongkat kayu dan batu menjadi tanaman.
Judul: Indonesia Incorporated
Penulis: Zaynur Ridwan
Penerbit: Salsabila
Tebal: 352 H
Wilayah Indonesia yang membentang dari sabang sampai merauke menyimpan potensi kekayaan yang luar biasa. Hutan, gunung, sawah, laut adalah aset tiada tanding yang seharusnya mampu membuat rakyatnya makmur sejahtera.

Namun, fenomena kekayaan alam Indonesia itu tidak sebanding dengan kenyataan kehidupan rakyatnya sendiri. Negara kita termasuk salah satu Negara termiskin, tertinggal jauh dengan Singapura yang hanya sekuku hitam jika dibandingkan dengan luas territorial Indonesia.

Mengapa ini semua bisa terjadi? Dalam novel Indonesia Incorporated karangan Zaynur Ridwan inilah, jawabannya bisa kita dapatkan dengan gamblang tanpa tedeng aling-aling.
Novel ini menyingkap tabir korporasi asing di Indonesia yang sejatinya menjadi sebab atas terpuruknya ekonomi bangsa Indonesia.  Korporasi asing tersebut adalah wajah baru imperealisme. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, bangsa asing tidak henti-hentinya bersiasat untuk kembali menyusup dan menguasai segala sector. kini, dengan cara yang sangat rapih dan halus, berkedok globalisasi, mereka berhasil kembali masuk dan menjajah Indonesia, bahkan kali ini jauh lebih mengerikan dari sebelumnya.

Papua adalah daerah penghasil emas terbaik, berton-ton emas dihasilkan dari tanah hitam tersebut. Namun sayang, rakyat papua hanya mendapatkan 1% dari hasil buminya tersebut, 9,36% masuk ke pemerintah dan sisahnya “dirampog” semua oleh Amerika. Serta masih banyak lagi daerah-daerah berpotensi di Indonesia yang rata-rata sudah dikuasai oleh negeri asing, bahkan mungkin sampai kepada daerah kita sendiri, Cilegon.


Ini semua terjadi karena kepongahan para pejabat Indonesia, terutama pada masa orde baru --hingga sekarang-- yang terlalu mudah terbuai oleh intrik-intrik yang di paparkan oleh para asing. Padahal jauh-jauh hari Bung Karno sudah mengingatkan, bahwasanya kita harus berhati-hati jika kita tidak mau menjadi bangsa kuli atau kuli diantara bangsa-bangsa.

Bisa kita lihat fenomena saat ini, rakyat yang berasal dari negeri surga ini dijadikan budak dinegeri orang. Ribuan TKI nasibnya terkatung-katung entah bagaimana Bahkan di negerinya sendiri pun mereka menjadi budak. Kita bisa lihat di toko-toko besar, atau perusahaan-perusahaan besar yang ada diindonesia, para tengkulak asing duduk manis dikursi empuk, sedangkan warga pribumi hanya menjadi kuli panggul atau paaling banter hanya menjadi mandor.

Novel Indonesia Incorporated ini sangat menarik, terutama bagi orang-orang yang peduli akan nasib bangsanya. Meskipun fiksi, namun saya rasa ini adalah realitas yang terjadi dan yang selama ini di tutup-tutupi. Indonesia sedang dalam cengkraman.

Jumat, 21 Desember 2012

“Madrasahis” Pramuka MTs Al-khairiyah Karangtengah


Jika seseorang mencintai negaranya, kemudian berjuang mengerahkan seluruh tenaga untuk membuat bangsanya jauh lebih maju, maka biasanya orang tersebut diberi julukan ‘berjiwa nasionalis’. Namun bagaimana kemudian jika seorang siswa berjihad mati-matian untuk kemajuan sekolahnya, atau dengan kata lain untuk mengharumkan nama sekolahnya, kira-kira di beri julukan apakah siswa ini? Saya bingung mencari istilah yang tepat untuknya, maka karena siswa yang saya maksud itu bersekolah di madrasah, saya sebut saja ia ‘madrasahis’

Asti dan Kawan-kawan saat melewati lintasan pertama
Hari ini adalah hari pertama anggota Gerakan Pramuka pangkalan MTs Al-khairiyah karangtengah mengikuti perkemahan akhir tahun yang diselenggarakan oleh kwartir ranting Purwakarta. Sebelumnya, berhari-hari mereka mengikuti latihan disekolah secara berat dan ketat. Saya pribadi yang menjadi Pembina pramuka merasa sangat  kagum dengan mereka, meskipun mereka terkadang suka mengeluh dengan system latihan yang saya berikan, namun keesokan harinya mereka kembali latihan dengan penuh semangat.

Pada hari pertama ini, mereka sudah mengikuti beberpa mata lomba yang diberikan panitia. Alhamdulillah, dari sekian mata lomba tersebut, mereka berhasil menjuarainya. Namun, yang paling mengesankan bagi saya ialah ketika perlombaan bakiak. Adalah regu putri, yang di gawangi oleh Asti, Ana, Atul dan I’im. Dari awal pun sebenarnya saya sudah yakin mereka akan mendapatkan juara, barangkali ketiga atau kedua. Sebab saya melihat dari cara mereka latihan, mereka sangat lincah sekali menggunakan bakiak.

Dalam perlombaan bakiak ini peserta hanya diwajibkan melakukan satu kali putaran, dan tidak ada final setelah itu. Langsung diambil juara satu,dua dan tiga. Asti dan kawan-kawan pun sudah siap dengan bakiaknya, dan ketika peluit ditiup, dengan cepat Asti meluncur di atas bakiak. Hebat, pada lintasan pertama Asti memimpin. Lawannya tertinggal jauh. Namun, ketika berbelok untuk lintasan kedua, Asti terjatuh dari bakiaknya. Ia dan kawan-kawannya tersungkur keras. Saya memperhatian mereka dari garis finis, mereka sangat susah untuk kembali berjalan.  Wal hasil, lawannya pun dapat menyusulnya. Asti terlihat begitu cemas, wajahnya puct pasi. Mencoba untuk tenang, Asti dan kawan-kawan pun kembali berjalan. Namun, Ah.. ia tertinggal jauh. Tiba-tiba saja ia berlari cepat sekali, bahkan sangat cepat beserta bakiaknya. Satu persatu lawannya kembali tersusul, Asti terus berlari, kini ia hampir menyusul lawannya yang paling depan. Dan “priiit…” peluit panitia menetapkan Asti dan kawan-kawan menjadi juara dua. Akan tetapi, apa yang terjadi dengan Asti, tubuhnya lunglai dan tiba-tiba saja ia terjatuh pingsan. Sesegera mungkin Rohani membopongnya ke Tenda. Saya segera menyusul, ternyata bukan Cuma Asti yag pingsan, Atul juga ikut tidak sadarkan diri.

Saya dan Pembina yang lain mencoba menahani mereka dengan obat-obatan seadanya. Tidak lama kemudian Asti sadar, di susul dengan Atul. Lutut asti lecet akibat tersungkur, saya memperban lukanya itu.
Saat saya memperban Luka Asti, saya merasa sangat terharu. Ia dan kawan-kawannya mengorbankan segalanya untuk membawa harum nama Madrasah. Tak jauh beda dengan Soekarno, Agus salim, dan lain sebagainya yang mengharumkan nama bangsa kemudian di sebut Nasionalis. Mereka yang berjuang berdarah-darah demi Madrasah itu, kemudian saya sebut Madrasahis.

Wallahu’alam.

21 Desember 2012. (23:55)

Rabu, 19 Desember 2012

Susahnya Menjadi “Pahlawan”



“…Semboyan kita tetap, “Merdeka atau mati.” Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh kepada kita. Sebab Allah akan berpihak kepada jalan yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Merdeka!” (Pidato Bung Tomo)

Cuplikan pidato Bung Tomo diatas, mengisaratkan keberanian dan rasa optimisme tinggi untuk berperang melawan tentara sekutu dan NICA yang kembali mendaratkan kakinya untuk menjajah Indonesia pada tanggal 29 September 1945 selepas Proklamasi kemerdekaan dibacakan. Mendengar pidato Bung Tomo tersebut, rakyat Indonesia semakin bergelora jiwanya untuk membasmi segala bentuk penjajahan di Bumi Pertiwi.

Resolusi Jihad Nahdatul Ulama

Sebelum Bung Tomo menyuarakan Pidatonya, sesungguhnya Rakyat Indonesia –yang mayoritas beragama islam-- Hatinya sudah terpanggil untuk berperang melawan Sekutu dan NICA, atas dasar Resolusi Jihad Nahdatul Ulama. Ketika Sekutu dan NICA datang ke berbagai daerah di Indonesia untuk kembali menjajah, pemerintah Republik Indonesia tidak melakukan tindakan atau perlawanan yang nyata. Maka, perhimpunan Nahdatul Ulama seluruh Jawa dan Madura mengadakan rapat besar pada tanggal 21-22 Oktober 1945 untuk mengajukan Resolusi Jihad kepada Pemerintah Indonesia. Mereka menyatakan bahwa setiap bentuk penjajahan adalah suatu kezaliman yang melanggar prikemanusiaan dan nyata-nyata diharamkan oleh agama Islam.

Setelah adanya Resolusi Jihad dari Nahdatul Ulama itu, sekitar 60 juta rakyat Indonesia siap berjihad membela agama dan bangsa Indonesia.
Ditambah dengan pidato-pidato heroik dari Bung Tomo, apalagi setiap akhir pidatonya, Bung Tomo selalu mengucapkan takbir. Jelas semakin membuat mujahid-mujahid muslim semakin bergelora.

Kemenangan Indonesia

Kegigihan rakyat Indonesia yang mempertahankan kemerdekaan, menimbulkan pecahnya pertempuran antara tentara sekutu dan NICA dengan rakyat Indonesia pada tanggal 10 November 1945 --oleh karena itulah hari pahlawan di peringati pada tanggal tersebut. Tentara sekutu dan NICA yang notabene pemenang dari Perang Dunia II (1939-1945) serta Perang Asia Timur Raya (1941-1945) yang tentunya mempunyai persenjataan yang amat lengkap, tidak membuat rakyat Indonesia gentar meski hanya mempunyai beberapa pucuk senjata hasil rampasan dari jepang, selebihnya menggunakan bambu runcing.

Amat membanggakan sekali, semangat mempertahankan tanah air yang didorong oleh sepirit religiusitas (Syahid) membuat bangsa Indonesia memenangkan peperangan terebut. Prestasi yang luar biasa, jika pada saat perang Dunia II sekutu dan NICA tidak pernah kehilangan panglima besarnya, maka pada saat melawan tentara Indonesia, sekutu dan NICA kehilangan jendral besar mereka yang bernama Brigadir Jendral Mallaby. Mereka (tentara sekutu dan NICA) pun akhirnya lari tunggang langgang meninggalkan Negeri Indonesia.

Ini patutnya kita jadikan pelajaran berharga, khususnya untuk generasi muda penerus bangsa. Dulu, bangsa kita tidak bisa dianggap remeh. Tidak bisa disembarangkan oleh bangsa lain. Negara kita punya karisma yang lebih. Namun, apakah karisma itu masih bertahan sampai sekarang? Saya yakin pembaca mempunyai penilaian masing-masing.

Susahnya Jadi Pahlawan

Kini, secara dhohir Negara kita memang telah merdeka, Tidak ada lagi imperealisme yang terjadi di bangsa ini, semua orang yang dianggap mempunyai peran besar dalam proses kemerdekaan diberi gelar pahlawan. Lantas masih bisakah kita menjadi pahlawan?

Sejatinya, pahalawan adalah orang yang berani dan mau mengorbankan dirinya demi menegakkan kebenaran. Orang-orang yang memiliki sikap patriotisme dan berjiwa kesatria. Maka dari itu, di tengah keadaan bangsa yang carut-marut ini, di tengah bangsa yang sedang terpuruk karena korupsi, di tengah bangsa yang selalu terjadi ketimpangan sosial ini, sesungguhnya kita juga bisa menjadi pahlawan. Dengan melakukan hal apapun yang bisa kita lakukan demi bangkitnya kembali Indonesia. Contoh kecilnya seperti yang dilakukan oleh Dahlan Iskan, iya mendobrak dan membongkar kepongahan anggota DPR yang menjadi “Calo” atas perusahaan-perusahaan BUMN. Hal yang semacam ini patut kita acungi jempol dan patut juga diberi gelar pahlawan. Dahlan dengan gagah berani membuka hal kotor yang selama ini disembunyikan.

Namun sayang, untuk melakukan hal tersebut tidaklah mudah. Mungkin sama sulitnya dengan perjuangan pahlawan jaman dulu. Butuh tekad dan keteguhan hati yang mantap. Oleh karena itu, kita sepatutnya kembali kepada kebebasan kita selaku manusia. Tidak seharusnya kita takut kepada sesuatu yang salah, kebenaran memanglah harus ditegakkan.

Pada akhirnya, penulis ingin mengajak, marilah bersama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Membenarkan yang benar, mensalahkan yang salah. Membantu yang berhak dibantu, menolong yang sepatutnya harus ditolong. Jadilah pahlawan minimal di lingkungan kita masing-masing. Merdeka!

Bima S. Penulis adalah pendiri komunitas baca Damar26
Pecinta segala jenis buku

Kamis, 13 Desember 2012

Demokrasi & Literasi


Suatu ketika ada seorang sahabat datang kepada saya, ia menanyakan pendapat saya tentang demokrasi. Sebisanya saya mengungkapkan apa yang saya tahu tentang demokrasi. Namun, dengan gencar ia menepis pendapat-pendapat saya. Akhirnya saya memutuskan untuk diam dan mendengarkan apa yang sahabat saya itu ucapkan.

Dia menganggap bahwa demokrasilah yang menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia, demokrasi itu hanya menguntungkan sebagian orang saja, demokrasi itu sekuler dan kafir, demokrasi hanya membuat para kapitalis semakin menjamur dan lain sebagainya. Saya mendengarkan dengan seksama apa yang sedang ia bicarakan. Kemudian ia menawarkan konsep suatu negara terhadap saya, dia bilang Indonesia sudah saatnya menerapkan hukum islam, layaknya nabi Muhammad ketika di madinah. Intinya dia mengajak saya bergabung bersamanya untuk turut memperjuangkan Negara islam di indonesia. Saya hanya tersenyum mendengar ajakannya itu, saya memberi penjelasan kepadanya bahwa saya belum bisa, mungkin lain waktu saja.
Sedikitnya saya pernah membaca tentang konsep Negara islam, dan sejujurnya, bukan saya tidak suka dengan system itu, tentunya sebagai orang islam saya sangat bangga manakala hukum-hukum islam bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. namun saya kira  dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini, agaknya kurang tepat. Bukan kedamaian yang kita dapatkan, bahkkan mungkin peperangan yang akan terjadi pada rakyat Indonesia.
Yang menjadi pikiran saya adalah, benarkah demokrasi yang menyebabkan carut-marutnya bangsa ini? Agaknya sahabat saya itu berbeda pandangan dengan saya dalam memahami demokrasi.

MENGENAI DEMOKRASI

Umum mengartikan demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat (Demos-Kratien), artinya rakyat diberikan sedemikian hak untuk ikut andil dalam menjalankan roda pemerintahan. Tentu saja tidak semua rakyat, demos disitu kemudian diartikan dengan perwakilan. Rakyat memilih wakilanya sebagai penyambung lidah atas kesejahteraan mereka sendiri.

Masalahnya kemudian, rakyat yang seperti apa yang berhak menjadi wakil atas rakyat yang lainnya. Apakah dengan paham demokrasi itu kemudian menghalalkan semua golongan rakyat untuk menjadi wakil, entah itu dari golongan pengusaha, kiyai, akademisi, atau pun dari golongan buruh. Tidak peduli akan basicnya sebagai pemimpin atau bukan, tidak peduli dia punya kemampun atau tidak, tidak peduli dia seorang koruptor atau bukan, yang pasti jika rakyat telah menghendaki, dia akan menjadi seorang wakil rakyat. Saya kira, cara pandang terhadap demokrasi yang seperti inilah yang membuat bangsa ini menjadi ambruk.
Sayangnya, cara pandang yang demikian itu menerap pada rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak peka terhadap calon pemimpinnya. Bukanlah kemampuan yang dilihat, akan tetapi uang dan popularitas. Banyak rakyat yang kemudian memilih para wakilnya atas dasar uang yang diberikan saat kompanye, yang jelas-jelas itu mencederai nilai-nilai demokrasi. Atau pun karena popularitas calon pemimpin tersebut, semisal seorang artis atau aktor. Maka dengan mudah rakyat terbuai oleh kata-kata manisnya.
Seungguhnya, jika cara pandang masyarakat Indonesia masih demikian, maka saya anggap Indonesia belum mampu atau gagal dalam menerpkan system demokrasi. 

Pentingnya Literasi Dalam Berdemokrasi

Paling tidak, ada satu hal yang harus dipenuhi jika demokrasi ingin berjalan dngan baik, satu hal tersebut ialah “kecerdasan rakyat”, baik itu rakyat yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, atau pun rakyat yang hendak memilih wakil rakyat.
Sebagai wakil rakyat, tentunya ia harus cerdas. Baik itu cerdas secara intelektualnya sebagai pemimpin, emosionalnya, terlebih lagi spiritualnya. Ketika hal ini sudah terpenuhi, maka suatu kepemimpinan akan menjadi seimbang. Kecerdasan yang ia miliki akan memenjaranya untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang.

Selanjutnya, sebagai rakyat yang diwakili seyogyanya rakyat juga harus cerdas dalam memilih wakilnya. Tidak terpengaruh akan popularitas ataupun dengan uang (money politik), masyarakat harus keritis dan peka, karena jika sedikit saja kita salah dalam memilih, maka imbasnya akan sangat besar. Untuk menggapai kecerdasan itu tak ada lain tentunya kita harus membaca, baik itu membaca secara tekstual atau pun kontekstual. Karena dengan membaca paling tidak kepala kita sudah  mempunyai gambaran tentang apa dan bagaimana sosok pemimpin kita nanti.

 Disinilah pentingnya budaya literasi dalam berdemokrasi. Dalam budaya literasi kita diajarkan untuk menyikapi suatu hal dengan keritis dengan metode membacanya, setelah itu kita di tuntut untuk menuangkan opini kita dalam bentuk tulisan, kemudian mendiskusikanya. Begitu pun saat kita memilih seorang pemimpin, kita tidak bisa melihat seorang pemimpin hanya deri casingnya saja. Kita harus membacanya secara detail, agar kita tidak salah memilih pemimpin yang pongah.

Oleh karenanya, jika kita ingin mendapati demokrasi bisa bangkit, yang implikasinya juga kepada kebangkitan suatu bangsa. Maka kita –pemerinth khususnya-- harus mendukung gerakan-gerakan literasi. Sebab dengan langkah inilah demokrasi dinegara kita tidak hanya baik secara birokrasi, namun juga baik secara substansial.
Wallahu’alam
Penulis adalah pengurus rumah baca Damar26 cilegon.
Mahasiswa semester III IAIN Serang
Alumnus Madarash Al-khairiyah karangtengah

Jumat, 07 Desember 2012

Wasiat Dari Meriam Ki Amuk


Adakah diantara pembaca yang tidak tahu dengan Meriam Ki Amuk? Jangan mengaku orang Banten jika belum tahu atau mengenal benda bersejarah ini.
Meriam Ki  Amuk atau ada juga yang memanggilnya Ki Jimat, merupakan salah satu benda (senjata) peninggalan kesultanan Banten yang masih utuh. Mengenai asal mula meriam ini, banyak sekali pendapat dari ahli sejarah, ada yang mengatakan Meriam Ki Amuk merupakan hadiah dari Sultan Trenggono dari Demak kepada Sunan Gunung Jati. Ada juga yang mengatakan  bahwa Meriam Ki Amuk merupakan hasil rampasan perang dari belanda, ada juga yang mengatakan hadiah dari belanda. Tapi yang jelas, meriam ini sangat membantu kesultanan Banten dalam berperang melawan penjajah. Jarak tembaknya yang jauh dan suaranya yang menggelegar, menjadikan Meriam Ki Amuk sebagai senjata pamungkas, senjata andalan, senjata paling ditakuti yang  membuat para musuh lari tunggang langgang. Oleh sebab itulah meriam ini di sebut dengan Meriam Ki Amuk. Ia selalu meng-amuk ditengah-tengah pasukan musuh.
Sedemikan hebatnya Meriam Ki Amuk, sehingga dulu banyak warga yang mengansumsikan bahwa Meriam Ki Amuk mempunyai kekuatan gaib. Sayangnya, anggapan yang demikian itu masih bertahan sampai sekarang diabad modern ini. sebelumnya Meriam Ki Amuk diletakan di pelabuhan karangantu, akan tetapi karena warga setempat beranggapan seperti diatas, kemudian menjalankan ritus-ritus seperti melempar koin, atau memeluk moncongya yang konon kalau pergelangan tanganya bisa bertemu maka orang tersebut akan kaya, seterusnya meriam itu di pindah ke Banten Lama, tepatnya di depan museum. Meski sudah dipindahkan, nyatanya masih banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi syirik itu.
Tiga Inskripsi
Ini sangat disayangkan, tindakan yang demikian itu tidak semestinya dilakukan oleh masyarakat Banten, atau oleh pengunjung dari luar banten. karena hal yang demikan itu sangat berpotensi syirik, atau menyekutukan kekuasaan Tuhan. Sedangkan syirik merupakan dosa yang sangat besar dan dilaknat oleh Tuhan.
Padahal kalau kita cermati, ada suatu hal yang menarik yang bisa kita jadikan pelajaran dari Meriam Ki Amuk tersebut. Adalah inskripsi atau semacam prasasti berbahasa arab yang tertoreh pada meriam ki amuk. Ada tiga inskripsi, dua inskripsi memuat tulisan yang sama yaitu Akibatulkhoir salamatn Iman yang artinya “Kesuksesan puncak adalah keselamatan iman.” Dan yang satu ialah La Fataa ila ‘ali, La sifaa ila zulfikar, Ashbir ala taqwa dahran… yang artinya kurang lebih, “Tiada jawara kecuali ‘ali, tiada golok kecuali zulfikar, bersabarlah dalam taqwa sepanjang masa..”
Kini tidak ada lagi peperangan secara fisik, yang ada hanya peperangan melawan pemikiran dan atau melawan perkembangan jaman yang sejatinya tidak kalah bahayanya. meriam Ki Amuk sudah tidak mengamuk lagi, namun untuk melawan peperangan secara batin tersebut Ki Amuk masih ikut andil berjuang
Pada inskripsi pertama, “kesuksesan puncak adalah keselamatan iman.” Iman secara harfiah biasa diartikan sebagai “percaya”, Sedangkan secara istilah, jumhur mengatakan iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Namun pengertian iman diatas  sangat global, masih membutuhkan penjelasan dan penafsiran. Kalau kita mengartikan iman cukup dengan percaya  saja, maka sesunguhnya setan pun percaya akan adanya Tuhan, Setan juga Membenarkan adanya Tuhan.  Cak Nur mengatakan bahwa iman lebih dari sekedar kita mempercayai akan keesaan tuhan, iman berasal dari kata Aman, yang berarti kesejahteraan atau kesentosaan, seseorang yang sudah mendapatkan imannya, maka dia akan menjadi manusia ‘bebas’, selain Tuhan, semua menjadi kecil dihadapanya. Maka kalau sudah begitu, dia akan menolak segala jenis perbudakan –karena ia hanya mau menjadi budak Allah saja—baik itu perbudakan secara akidah, ataupun perbudakan secara ekonomi. Jika Iman kita sudah sampai ditahap itu, maka ini akan membentuk manusia-manusia yang berdaulat, manusiamanusia yang Berdikari. Tidak lagi mau ditekan oleh siapapun, termasuk kaum kapitlis. Maka tepat sekali wasiat dari Meriam Ki Amuk, “kesuksesan puncak adalah keselamatan iman.”
Wasiat Meriam Ki Amuk yang kedua adalah, “Tiada jawara kecuali ‘ali, tiada golok kecuali zulfikar, bersabarlah dalam taqwa sepanjang masa..”
‘Ali ibn Abi Thalib adalah tokoh dalam islam yang sangat mengagumkan, saya pribadi sangat mengagumi ‘Ali (jika mengagumi ‘Ali termasuk dalam golongan Syiah, maka biarkanlah saya menjadi syiah). Beliau seorang khalifah yang kemilitannya terhadap agama dan Negara tidak bisa diragukan lagi. dialah sejatinya sosok jawara yang patut dijadikan contoh oleh jawara-jawara yang ada di Banten. sedangkan pedang Zulfikar, adalah pedang yang senantiasa digunakan Ali dalam berjihad membela agma Allah, dinamai Zulfikar sebab pedang ini seperti punya pemikiran, dia tahu musuh mana yang harus ditebas dan yang tidak, pernah dalam suatu perang, ketika itu musuh sudah bertekuk lutut dihadapan Ali, hanya sekali tebas musuh itu pasti akan tewas, namun sebelum Ali menebas musuh itu dengan pedang, si musuh tersebut meludahi Ali. Setelah itu Ali menarik pedangnya, dia tidak jadi membunuh si musuh. Si musuh bertanyatanya, mengapa Ali tidak membunuhnya. Rupanya Ali sangat khawatir, karena si musuh telah meludahinya, ia takut kalau niatanya membunuh untuk membela agama, berubah menjadi karena rasa benci kepada si musuh. Taqwa merupakan salah satu simpul sebuah agama. Jumhur ulama megartikan taqwa dengan “menjalankan segala perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya.” Sesungguhnya makna yang demikian itu masihlah sangat global, sepertinya kita harus menjabarkan apa yang sesungguhnya makna dari perintah itu.
            Cenderung kita memaknai perintah hanyalah sebatas syariah saja. Seperti sholat, zakat, puasa, dan lain sebagainya. Namun, perintah tuhan tidaklah sebatas itu. Hukum-hukum alam dan hukum-hukum masyarakat (sunatulloh) juga merupakan bagian dari perintah Allah. Meskipun demikian, keduanya mempunyai sisi nilai yang berbeda.
Jika ibadah-ibadah syariah, maka Allah akan memberikan balasnya diakhirat kelak. Meskipun terkadang didunia pun ada, akan tetapi itu hanya semisal uang muka saja.
Berbeda dengan hukumhukum alam (suantulloh), yang segala balasanya akan langsung diganjar oleh Allah di dalam dunia. Manusia dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin demi kemaslahatanya hidup didunia. Sayangnya, terkadang kita tidak memahami bentuk perintah Allah yang seperti ini, cenderung kita Bersu’udzhon kepad Allah dengan kondisi muslim yang saat ini terpuruk secara ekonomi, padahal ternyata kitalah yang salah, kita hanya menjalankan taqwa sebagian saja. Sementara sebagian lain, banyak diamalkan oleh orang-orang non muslim.
Maka benar apa yang “diucapkan” Ki Amuk, bersabarlah dalam taqwa. Sebab taqwa seperti sepasang sayap, yang membawa manusia menggapai kebahagiaan duniawi dan ukhrowi.

Perseteruan Kamboja & Mawar

"...kenapa sih, kita harus ngerasain sakit yang begitu dalam? kenapa harapan itu hanya berlaku dalam hitungan minggu? kenapa nggak ngomong dari awal dan hanya memberi harapan palsu? kita sakit kak...."

kira-kira begitulah potongan surat dari salah seorang anak pramuka yang gagal mengikuti perkemahan ahir tahun. Jujur, saya hampir meneteskan air mata ketika memabaca kalimat-kalimat berdarah yang ia tulis.
selayaknya seorang kakak yang mendengar rintihan sedih adiknya. saya sangat terpukul.

sepenuhnya ini mungkin kesalahan saya. suatu ketika, sekolah menerima surat perkemahan akhir tahun dari Gerakan pramuka ranting purwakarta, even ini memang sangat dinanti anak-anak pramuka, khususnya binaan saya di karangtengah. surat itu datang ketika animo siswa terhadap pramuka sedang meninggi, setiap jumat sore saya kewalahan mengatasinya, karna banyaknya jumlah anggota. atas dasar itulah, saya menjanjikan kepada mereka bahwasanya pada perkemahan nanti saya akan mengutus tiga regu sekaligus.
mereka begitu bersemangat, hampir setiap hari mereka terus berlatih, menyiapkan mata lomba yang disediakan panitia. atas usulan dari sekolah, saya membentuk satu regu putra, dan dua regu puti. dari dua regu putri ini saya katagorikan lagi, antara regu yang sudah senior dan regu yang masih baru. regu yang senior diberi nama Mawar. dan yang baru diberi nama Kamboja.

saya paham betul karakteristik dua regu ini (mawar dan kamboja), meskipun terbilang junior, namun kemampuan kamboja sangat luar biasa. mereka hampir menyamai regu seniornya, Mawar. hanya saja kamboja memang masih sangat minim pengalaman, mereka belum begitu paham kondisi lapangan. namun saya sangat optimis, Kamboja juga bisa.

namun, masalah kemudian timbul. pihak panitia tidak  memperbolehkan sekolah mengirim tiga regu, hanya dua regu saja. putra dan putri. ah, saya kaget mendengar keputusan itu, temen saya sedah memperjuangkan dengan berbagai argumen untuk bisa ikut tiga regu. namun nihil.

saya pun langsung mengkonsultasikan hal ini kepada Kepsek. kemudian, atas saran kepsek saya disuruh untuk mengikutkan Mawar, dengaan alasan bahwa even ini cukup berat, harus mempertahankan juara umum yang telah kita raih ditahun kemarin. saya pun mengiyakan usulan kepsek.

sepanjang malam, saya dirundung resah. bagaimana cara menyampaikan berita ini kepada kamboja. bagaimana mungkin saya memadamkan api semangat yang sedang membara dihati mereka. bagaimana mungkin saya tega menghapus senyum suci yang mengembang dari bibir-bibir mereka. Ah...

esok harinya, saya memaksakan diri untuk mengabarkan hal itu kepada Kamboja. saya mencoba memberikan pengertian kepada mereka sebaik-baiknya. namun, hal yang saya takutkan terjadi, tidak sedikt dari anggota regu kamboja yang menghamburkan air matanya. saya hanya bisa iba mmenyaksikan hal itu, namun pada akhirnya saya membiarkan mereka waktu untuk melepaskan dulu rasa sedihnya. saya meminta Naseh, untuk membawa regu mawar keluar. sedangkan saya mencoba terus memberikan pengertian dan motifasi agar regu kamboja bisa mengerti. saya bercandain mereka, sebagian kemudian sudah menerima dengan ihlas. sedangkan yang lain masih larut dalam kesedihanya.

Saya mengingat sesuatu, Menulis. saya meyakini bahwa dengan menuliskan apa yang sedang mereka sedihkan, sedikitnya bisa menciptakan ketenangan dihati mereka.
saya ajak mereka ketempat yang sepi, kemudian saya suruh menuliskan apa yang sedang mereka pikirkan, apa yang membuatnya menangis, dan lainlain.

setelah selesai, saya mengumpulkan tulisan-tulisan itu, dan saya bacakan satu demi satu. dari tulisan-tulisan mereka, ada satu hal yang jauh lebih mengerikan, ada indikasi kebencian dari regu kamboja kepada regu mawar. saya berusaha kembali meluruskan pemikiran mereka. saya jauh lebih tau perasaan mereka , sedikit demi sedikit saya memberikan pemahaman dan pengertian kepada mereka. senyum mulai mengembang kembali dari bibir mereka, walaupun terkesan terpaksa.
meskipun begitu, kekecewaan mereka belum semuanya terhapus. namun, saya terus mencoba untuk merangkul mereka kembali.

di akhir tulisan ini, saya selaku pembina, meminta maaf yang sebesarnya kepada kamboja. insyaAllah ilmu yang kalian dapatkan ketika latihan, akan bermanfaat. rasa sayang kakak kepada kalian tidak ada kadarnya.

mengertilah tentang hal ini...

“MEMAHAMI WAKTU”


Saya teringat ketika saya duduk di bangku SD , berdoa sebelum pulang sekolah menjadi bagian wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Di sekolah saya dulu, do’a itu diganti dengan membacakan surat Al-Ashr, menurut adik saya yang sekarang duduk dikelas tiga SD,  hal yang demikian masih terus dijalankan, berdo’a sebelum pulang masih dengan melavalkan surat Al-Ashr. saya tidak tahu sejak kapan hal tersebut diterapkan, dan siapa yang pertama kali mengusulkan. Saat itu saya tidak pernah menanyakan, mengapa harus surat Al-Ashr yang dibaca, kenapa tidak surat yang lain.
Kalau kita mengartikan surat itu sesuai dengan terjemahan dari departemen agama, maka jelas, dalam surat itu tidak ada bentuk kalimat yang menunjukan sebuah permohonan, yang ada hanya sebuah sumpah, peringatan dan anjuran. Lantas, alasan apa yang membuat para siswa-siswi membaca surat tersebut setelah selesai belajar? Dalam tulisan ini, secara singkat kita akan mengkajinya.
Kata ‘Ashr dalam surat Al-Ashr (Wal’Ashr) diterjemahkan sebagai Waktu. Kata ini hanya ada satukali dalam Al-qur’an. Menurut pak Quraish, kata ‘Ashr di ambil dari akar kata yang mempunyai makna “memeras atau menekan sekuat tenaga hingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan nampak dipermukaan. Al-Qur’an menamainya ‘Ashr karena manusia di tuntut untuk menggunakanya sekuat tenaga, memeras keringat sehingga sari pati kaehidupan ini dapat di peroleh.
Waktu sebelum matahari tenggelam juga  dinamakan ‘Ashr (Asar), karena saat itu seseorang telah selesai memeras tenaganya, bukankah siang hari pada dasarnya dijadikan tuhan untuk bekerja dan malan untuk istirahat? Waktu adalah modal utama manusia, apa yang luput dari usaha kita, masih mungkin kita raih esok harinya, selagi yang luput itu bukanlah waktu.
Dalam surat Al-Ashr, Tuhan telah bersumpah: Demi ‘Ashr (waktu). Sesunggunya manusia dalam kerugian. Manusia menjadi merugi karena dia tidak memanfaatkan waktunya dengan baik. Dan kerugian tersebut seringkali disadari ketika waktu sudah asar (tenggelamnya matahari). Bagaimana kemudian agar kita terhindar dari kerugian itu? Dalam surat ini, paling tidak ada empat nasihat supaya kita tidak menjadi orang yang merugi:
Pertama, mereka yang sadar akan kebenaran (Amanu). Kedua, yang mengamalkan kebenaran (Amilu, Al-sholihat). Ketiga, yang saling mengajarkan tentang kebaikan (tawashouw bil-Hak). Keempat, yang sabar dan tabah mengamalkan serta mengajarkan kebenaran (thawashau bil Al-shobr).
Ternyata, mengetahui tentang sesuatu yang benar, tidak dapat menghindarkan kita menjadi orang yang merugi, kita dituntut untuk mengamalkan, saling menjaga satu sama lain, dan bersabar dalam menjalankannya.
Sahabt-sahabat nabi sering mengucapkan ayat itu sebelum mereka berpisah. Anak-anak SD diatas juga mereka hendak berpisah sebentar dengan para gurunya, setelah seharian memeras otaknya untuk mendapatkan sari pati pengetahuan (‘ashr). Maka seharusnya, surat itu jangan dibaca sebelum pulang saja. Namun, sebelum memulai pelajaran pun harusnya kita membaca surat itu, supaya kita sadar, agar tidak menjadi orang yang merugi.

(sumber baca’an: Lentera Hati, Quraish Sihab)
Wallahu’alam.
Bima S. 04 desember 2012.

Kamis, 06 Desember 2012

Dari Bali Hingga Aceh


Beberapa hari yang lalu, seorang sahabat yang datang dari negeri antah berantah, --sebut saja Izonk dan Ba’im-- mengajak saya makan ditempat-tempat yang jarang sekali (bahkan belum pernah) saya kunjungi sebelumnya. Asiknya, selain makannya geratis, Baim dan Izonk juga tidak segansegan berbagi informasi mengenai makanan tersebut dan keberadaannya di Negeri Banten.
Bermula dari menikmati Es Kuwut yang berasal dari Bali. Awal mula saya mendengar nama minuman ini, sejujurnya saya tidak bisa menerka-nerka rupa dan rasanya, namun pada akhirnya saya berspekulatif, “paling juga tidak ada bedanya dengan es buah atau es campur, pasti kuah dasarnya dari susu saja.” Saya membatin.
Kami pun berangkat ketempat es kuwut itu berada, tepatnya di sekitar bunderan ciceri kota serang. Ba’im dan Izonk segera memesan. Sambil menunggu pesanan datang, Baim dan Izonk bercerita sekelumit tentang Es Kuwut, bahwasanyya mereka sering melepas lelah dan menuntaskan dahaga di tempat ini. Mereka terlanjur jatuh cinta terhadap kesegarannya (sampai-sampai suatu ketika Izonk membuat puisi tentang Es Kuwut). Saya pun semakin penasaran, seperti apa sih segarnya es kuwut itu. Tak lama kemudian pesanan kami pun datang. Sebelum menimkmati es kuwut tersebut, saya meneliti apa saja sebenarnya yang ada dalam es kuwut ini, ternyata hanya sisiran kelapa muda, terus ada butiran-butiran kecil (saya tidak tau namanya apa), dan potongan lemon. Itu saja. Dugaan saya meleset, tidak unsur susu sedikitpun. Izonk langsung memerah lemon dan membubuhkanya di Es kuwut itu. Saya mengikuti saja. Dan setelah saya cicipi, beuh…. Rasanya biasa saja. Saya tidak tahu, mengapa Izonk dan Baim sangat suka dengan minuman ini. Memang sih segar, airnya perpaduan antara air kelapa muda dan jeruk nipis. Namun ini tidak seenak yang saya duga, kepalang lapar dan haus, saya sikat habis si es kuwut. Sambil membayangkan sedang ada di pantai Bali, padahal lagi di Pinggir Ciceri.
Mie Aceh
Satu minggu berikutnya, Baim dengan semangat tinggi mengajak saya dan Izonk makan Mie Aceh. Mungkin ia ingin mengenang kampong halamnya, saya sering memanggil Baim dengan panggilan Bungo Jempo, karena memang dia berasal dari Aceh (untung nggak saya panggil Tsunami).
Oke, selanjutnya saya juga dibuat penasaran dengan presentasi Baim tentang Mie Aceh, dia bilang Mie ini berbeda dengan mie-mie yang lain. Selain tekstur mienya yang di buat sendiri, juga bahan-bahan yang digunakan ialah rempah-rempah asli. Pedas yang dihasilkan mie aceh, bukanlah berasal dari cabe atau cengek. Melainkan dari rempah-rempah yang Baim sendiri tidak begitu hapal namanya.
Tidak seperti es kuwut yang tersaji cepat, mie Aceh ini sangat lama sekali prosesnya. Sampai-sampai perut saya protes beberapa kali. Sambil menunggu, baim bercerita sedikit tentang aceh, dia bilang di aceh penjual mie aceh itu sangat banyak, bahkan berjejer di jalan-jalan. Mereka bangga dan mempromosikan makanan khas mereka, sedangkan di Banten. penjual Rabeg atau sate bandeng terhitung sedikit, seakan mereka tidak bangga dengan makanan khasnya. Malah sekarang marak sekali pendirian resto yang menyediakan makanan luar, MC Donal, Hokben, AW. Masakan korealah, dan sebagainya. ah.. dasar Banten.
Perut saya semakin lapar, tapi untungnya sebelum saya memakan taplak meja, mie itu pun akhirnya datang juga. Tampilannya memag sangat menggiurkan. Saya dan izonk memesan mie goring, sedangkan Ba’im memesan yang rebus. Tak sabar, saya langsung sikat mie itu.
Gubrak….. gila, pedes banget. Tapi jujur, enak. Ada udang, ada daging, dan tekstur mienya memang beda banget. Ternyata makakan ini sudah ada sejak masa sultan, untuk menghilangkan rasa pedas, sultan biasanya meminum air yang dicampur dengan mentimun. Maka Baim pun memesan es mentimun.

Wah… hari itu kita bertiga larut dengan suasana aceh. Minggu ini seakan kita melakukan tour dari Bali hingga Aceh.

“CITA-CITA SAYA, MENJADI JEMBATAN BAGI ORANG YANG INGIN MENCAPAI CITA-CITANYA”


Seperti biasa, sore tadi saya melatih anak-anak Mts. dalam rangka persiapan perkemahan akhir tahun yang diselenggarakan oleh gerakan peramuka tingkat ranting purwakarta. Dalam seminggu saya melatih sebanyak 4 kali, yaitu hari Jum’at, sabtu, minggu, dan selasa. Latihan dimulai semenjak jam 14.00 sampai jam 17.00, bahkan kadang lebih. saya memilih hari tersebut, karena pada hari itulah saya tidak ada kuliah atau kalaupun ada tidak terlalu banyak. Jika dihitung-hitung, dalam seminggu saya menghabiskan waktu 12 jam untuk latihan bersama mereka. Bayangkan, berapa ratus halaman yang sudah saya cerna jika digunakan untuk membaca buku. Tahukah, bahwa sesungguhnya saya orang yang paling perhitungan dengan waktu. Akan tetapi, mengapa kemudian masih terus saya lakukan? Alasannya simple, karena saya bahagia. Saya bahagia, melihat senyum anak-anak itu mengembang saat laihan. Saya bahagia melihat anak-anak menyimpan semangat tinggi untuk berprestasi. Saya bahagia, mengingat diri saya sendiri ketika sekolah dulu, berlatih tak kenal waktu. Untuk berlomba mewakili sekolah. Dan banyak lagi alasan, mengapa saya tetap menjalaninya.
Banyak sekali orang yang mencibir atas apa yang saya lakukan, mengapa saya tidak focus saja kuliah, mencari ilmu sebanyak-banyakanya, setelah itu baru kemudian diaplikasikan. Sejujurnya, saya sudah pernah menghindar, agar kemudian saya tidak lagi terjebak oleh kegiatan-kegiatan semacam ini. Namun, entah mengapa ada saja kejadian yang membuat saya harus terjun lagi pada kegiatan-kegiatan  seperti ini, akan tetapi sekali lagi, saya bahagia.
Apa yang sesungguhnya saya inginkan, dan adakah hubungannya tentang apa yang saat ini saya lakukan, dengan cita-cita saya dimasa yang akan datang?
Saya mencoba merenungi ini.
Saya rasa ini salah satu jalan yang dipilihkan Tuhan untuk saya. Berbicara cita-cita, untuk sebagian orang mungkin dianggap sesuatu yang rumit, “biarkan mengalir saja” begitu ucapnya. Namun bagi sebagian yang lain, ini merupakan hal terpenting untuk arah kehidupan selanjutnya. Saya termasuk di bagian kedua, saya menganggap cita-cita memanglah hal terpenting, seperti yang di ucapkan James Allen “cita-cita anda adalah janji akan menjadi apa anda suatu hari nanti”. Menentukan cita-cita pun ternyata tidak mudah, beberapa factor ikut menentukan cara pandang kita terhadap arah hidup kita selanjutnya. Ah.. sudahlah, cukup sampai disini saja wacananya.
Kembali pada hubungan. Saya pikir sangat ada. Cita-cita saya mungkin terbilang aneh, yah, Cita-cita saya “menjadi jembatan bagi orang yang ingin meraih cita-citanya.”
Pada prakteknya, hal semaca ini sudah banyak. Guru salah satunya. Namun saya tidak mau menjadi guru, maksud saya menjadi guru yang biasa. Saya ingin menjadi guru yang luar biasa. Guru yang terbebas dari setatusnya sebagai guru. Guru yang mampu menciptakan sendiri kurikulumnya untuk membuat sahabat belajarnya menjadi luar biasa.
Entah sejak kapan keinginan ini tumbuh dalam benak saya.
Oleh karena itu, saya ingin sekali punya lembaga belajar non formal. Tempat dimana orang orang bisa belajar dengan sangat bebas, tidak bersifat skeptis atau mendikotomikan ilmu pengetahuan. Tempat dimana semua orang bisa tersenyum lebar meggapai apa yang ia inginkan.
Setiap pulang mengajar dari kampus atau sekolah, saya bisa berkumpul dengan mereka. Berbagi ilmu dan pengalaman. Lalu tercipta saudara-saudara baru diantara mereka. Saling mendukung dan memotifasi untuk terus belajar. Saya hanya ingin itu. Dan saya akan memulainya dari kampung saya sendiri.
Senang rasanya bila semua itu bisa terwujud.

Doakan teman-teman.