Jumat, 07 Desember 2012

Wasiat Dari Meriam Ki Amuk


Adakah diantara pembaca yang tidak tahu dengan Meriam Ki Amuk? Jangan mengaku orang Banten jika belum tahu atau mengenal benda bersejarah ini.
Meriam Ki  Amuk atau ada juga yang memanggilnya Ki Jimat, merupakan salah satu benda (senjata) peninggalan kesultanan Banten yang masih utuh. Mengenai asal mula meriam ini, banyak sekali pendapat dari ahli sejarah, ada yang mengatakan Meriam Ki Amuk merupakan hadiah dari Sultan Trenggono dari Demak kepada Sunan Gunung Jati. Ada juga yang mengatakan  bahwa Meriam Ki Amuk merupakan hasil rampasan perang dari belanda, ada juga yang mengatakan hadiah dari belanda. Tapi yang jelas, meriam ini sangat membantu kesultanan Banten dalam berperang melawan penjajah. Jarak tembaknya yang jauh dan suaranya yang menggelegar, menjadikan Meriam Ki Amuk sebagai senjata pamungkas, senjata andalan, senjata paling ditakuti yang  membuat para musuh lari tunggang langgang. Oleh sebab itulah meriam ini di sebut dengan Meriam Ki Amuk. Ia selalu meng-amuk ditengah-tengah pasukan musuh.
Sedemikan hebatnya Meriam Ki Amuk, sehingga dulu banyak warga yang mengansumsikan bahwa Meriam Ki Amuk mempunyai kekuatan gaib. Sayangnya, anggapan yang demikian itu masih bertahan sampai sekarang diabad modern ini. sebelumnya Meriam Ki Amuk diletakan di pelabuhan karangantu, akan tetapi karena warga setempat beranggapan seperti diatas, kemudian menjalankan ritus-ritus seperti melempar koin, atau memeluk moncongya yang konon kalau pergelangan tanganya bisa bertemu maka orang tersebut akan kaya, seterusnya meriam itu di pindah ke Banten Lama, tepatnya di depan museum. Meski sudah dipindahkan, nyatanya masih banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi syirik itu.
Tiga Inskripsi
Ini sangat disayangkan, tindakan yang demikian itu tidak semestinya dilakukan oleh masyarakat Banten, atau oleh pengunjung dari luar banten. karena hal yang demikan itu sangat berpotensi syirik, atau menyekutukan kekuasaan Tuhan. Sedangkan syirik merupakan dosa yang sangat besar dan dilaknat oleh Tuhan.
Padahal kalau kita cermati, ada suatu hal yang menarik yang bisa kita jadikan pelajaran dari Meriam Ki Amuk tersebut. Adalah inskripsi atau semacam prasasti berbahasa arab yang tertoreh pada meriam ki amuk. Ada tiga inskripsi, dua inskripsi memuat tulisan yang sama yaitu Akibatulkhoir salamatn Iman yang artinya “Kesuksesan puncak adalah keselamatan iman.” Dan yang satu ialah La Fataa ila ‘ali, La sifaa ila zulfikar, Ashbir ala taqwa dahran… yang artinya kurang lebih, “Tiada jawara kecuali ‘ali, tiada golok kecuali zulfikar, bersabarlah dalam taqwa sepanjang masa..”
Kini tidak ada lagi peperangan secara fisik, yang ada hanya peperangan melawan pemikiran dan atau melawan perkembangan jaman yang sejatinya tidak kalah bahayanya. meriam Ki Amuk sudah tidak mengamuk lagi, namun untuk melawan peperangan secara batin tersebut Ki Amuk masih ikut andil berjuang
Pada inskripsi pertama, “kesuksesan puncak adalah keselamatan iman.” Iman secara harfiah biasa diartikan sebagai “percaya”, Sedangkan secara istilah, jumhur mengatakan iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Namun pengertian iman diatas  sangat global, masih membutuhkan penjelasan dan penafsiran. Kalau kita mengartikan iman cukup dengan percaya  saja, maka sesunguhnya setan pun percaya akan adanya Tuhan, Setan juga Membenarkan adanya Tuhan.  Cak Nur mengatakan bahwa iman lebih dari sekedar kita mempercayai akan keesaan tuhan, iman berasal dari kata Aman, yang berarti kesejahteraan atau kesentosaan, seseorang yang sudah mendapatkan imannya, maka dia akan menjadi manusia ‘bebas’, selain Tuhan, semua menjadi kecil dihadapanya. Maka kalau sudah begitu, dia akan menolak segala jenis perbudakan –karena ia hanya mau menjadi budak Allah saja—baik itu perbudakan secara akidah, ataupun perbudakan secara ekonomi. Jika Iman kita sudah sampai ditahap itu, maka ini akan membentuk manusia-manusia yang berdaulat, manusiamanusia yang Berdikari. Tidak lagi mau ditekan oleh siapapun, termasuk kaum kapitlis. Maka tepat sekali wasiat dari Meriam Ki Amuk, “kesuksesan puncak adalah keselamatan iman.”
Wasiat Meriam Ki Amuk yang kedua adalah, “Tiada jawara kecuali ‘ali, tiada golok kecuali zulfikar, bersabarlah dalam taqwa sepanjang masa..”
‘Ali ibn Abi Thalib adalah tokoh dalam islam yang sangat mengagumkan, saya pribadi sangat mengagumi ‘Ali (jika mengagumi ‘Ali termasuk dalam golongan Syiah, maka biarkanlah saya menjadi syiah). Beliau seorang khalifah yang kemilitannya terhadap agama dan Negara tidak bisa diragukan lagi. dialah sejatinya sosok jawara yang patut dijadikan contoh oleh jawara-jawara yang ada di Banten. sedangkan pedang Zulfikar, adalah pedang yang senantiasa digunakan Ali dalam berjihad membela agma Allah, dinamai Zulfikar sebab pedang ini seperti punya pemikiran, dia tahu musuh mana yang harus ditebas dan yang tidak, pernah dalam suatu perang, ketika itu musuh sudah bertekuk lutut dihadapan Ali, hanya sekali tebas musuh itu pasti akan tewas, namun sebelum Ali menebas musuh itu dengan pedang, si musuh tersebut meludahi Ali. Setelah itu Ali menarik pedangnya, dia tidak jadi membunuh si musuh. Si musuh bertanyatanya, mengapa Ali tidak membunuhnya. Rupanya Ali sangat khawatir, karena si musuh telah meludahinya, ia takut kalau niatanya membunuh untuk membela agama, berubah menjadi karena rasa benci kepada si musuh. Taqwa merupakan salah satu simpul sebuah agama. Jumhur ulama megartikan taqwa dengan “menjalankan segala perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya.” Sesungguhnya makna yang demikian itu masihlah sangat global, sepertinya kita harus menjabarkan apa yang sesungguhnya makna dari perintah itu.
            Cenderung kita memaknai perintah hanyalah sebatas syariah saja. Seperti sholat, zakat, puasa, dan lain sebagainya. Namun, perintah tuhan tidaklah sebatas itu. Hukum-hukum alam dan hukum-hukum masyarakat (sunatulloh) juga merupakan bagian dari perintah Allah. Meskipun demikian, keduanya mempunyai sisi nilai yang berbeda.
Jika ibadah-ibadah syariah, maka Allah akan memberikan balasnya diakhirat kelak. Meskipun terkadang didunia pun ada, akan tetapi itu hanya semisal uang muka saja.
Berbeda dengan hukumhukum alam (suantulloh), yang segala balasanya akan langsung diganjar oleh Allah di dalam dunia. Manusia dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin demi kemaslahatanya hidup didunia. Sayangnya, terkadang kita tidak memahami bentuk perintah Allah yang seperti ini, cenderung kita Bersu’udzhon kepad Allah dengan kondisi muslim yang saat ini terpuruk secara ekonomi, padahal ternyata kitalah yang salah, kita hanya menjalankan taqwa sebagian saja. Sementara sebagian lain, banyak diamalkan oleh orang-orang non muslim.
Maka benar apa yang “diucapkan” Ki Amuk, bersabarlah dalam taqwa. Sebab taqwa seperti sepasang sayap, yang membawa manusia menggapai kebahagiaan duniawi dan ukhrowi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar