Jumat, 07 Desember 2012

“MEMAHAMI WAKTU”


Saya teringat ketika saya duduk di bangku SD , berdoa sebelum pulang sekolah menjadi bagian wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Di sekolah saya dulu, do’a itu diganti dengan membacakan surat Al-Ashr, menurut adik saya yang sekarang duduk dikelas tiga SD,  hal yang demikian masih terus dijalankan, berdo’a sebelum pulang masih dengan melavalkan surat Al-Ashr. saya tidak tahu sejak kapan hal tersebut diterapkan, dan siapa yang pertama kali mengusulkan. Saat itu saya tidak pernah menanyakan, mengapa harus surat Al-Ashr yang dibaca, kenapa tidak surat yang lain.
Kalau kita mengartikan surat itu sesuai dengan terjemahan dari departemen agama, maka jelas, dalam surat itu tidak ada bentuk kalimat yang menunjukan sebuah permohonan, yang ada hanya sebuah sumpah, peringatan dan anjuran. Lantas, alasan apa yang membuat para siswa-siswi membaca surat tersebut setelah selesai belajar? Dalam tulisan ini, secara singkat kita akan mengkajinya.
Kata ‘Ashr dalam surat Al-Ashr (Wal’Ashr) diterjemahkan sebagai Waktu. Kata ini hanya ada satukali dalam Al-qur’an. Menurut pak Quraish, kata ‘Ashr di ambil dari akar kata yang mempunyai makna “memeras atau menekan sekuat tenaga hingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan nampak dipermukaan. Al-Qur’an menamainya ‘Ashr karena manusia di tuntut untuk menggunakanya sekuat tenaga, memeras keringat sehingga sari pati kaehidupan ini dapat di peroleh.
Waktu sebelum matahari tenggelam juga  dinamakan ‘Ashr (Asar), karena saat itu seseorang telah selesai memeras tenaganya, bukankah siang hari pada dasarnya dijadikan tuhan untuk bekerja dan malan untuk istirahat? Waktu adalah modal utama manusia, apa yang luput dari usaha kita, masih mungkin kita raih esok harinya, selagi yang luput itu bukanlah waktu.
Dalam surat Al-Ashr, Tuhan telah bersumpah: Demi ‘Ashr (waktu). Sesunggunya manusia dalam kerugian. Manusia menjadi merugi karena dia tidak memanfaatkan waktunya dengan baik. Dan kerugian tersebut seringkali disadari ketika waktu sudah asar (tenggelamnya matahari). Bagaimana kemudian agar kita terhindar dari kerugian itu? Dalam surat ini, paling tidak ada empat nasihat supaya kita tidak menjadi orang yang merugi:
Pertama, mereka yang sadar akan kebenaran (Amanu). Kedua, yang mengamalkan kebenaran (Amilu, Al-sholihat). Ketiga, yang saling mengajarkan tentang kebaikan (tawashouw bil-Hak). Keempat, yang sabar dan tabah mengamalkan serta mengajarkan kebenaran (thawashau bil Al-shobr).
Ternyata, mengetahui tentang sesuatu yang benar, tidak dapat menghindarkan kita menjadi orang yang merugi, kita dituntut untuk mengamalkan, saling menjaga satu sama lain, dan bersabar dalam menjalankannya.
Sahabt-sahabat nabi sering mengucapkan ayat itu sebelum mereka berpisah. Anak-anak SD diatas juga mereka hendak berpisah sebentar dengan para gurunya, setelah seharian memeras otaknya untuk mendapatkan sari pati pengetahuan (‘ashr). Maka seharusnya, surat itu jangan dibaca sebelum pulang saja. Namun, sebelum memulai pelajaran pun harusnya kita membaca surat itu, supaya kita sadar, agar tidak menjadi orang yang merugi.

(sumber baca’an: Lentera Hati, Quraish Sihab)
Wallahu’alam.
Bima S. 04 desember 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar