Selasa, 24 Januari 2012

"Benarkah hidup itu Pilihan"

Banyak orang bilang bahwa hidup adalah pilihan, itu berarti kita di paksa untuk memilih salah satu dari sekian banyak yang ingin kita dapatkan dalam hidup ini, sedangkan dalam setiap pilihan tersebut kita tidak pernah tau resiko apa yang akan kita dapatkan, apakah pilihan kita itu tepat untuk diri kita, ataukah mlah sebaliknya.
berfikir panjang untuk memilih pilihan yang tepat tidak akan menjamin keberhasilan kita dalam memilih, namun meskipun demikian paling tidak kita harus mempersiapkan segala kemunginan yang akan teerjadi pada diri kita ats pilihan yang kita putuskan.


seperti yang terjadi pada saya saat ini, selama saya menjadi mahasiswa, banyak banget pilihan yang membuat saya bingung untuk memutuskanya. contoh saja pada bulan ini, hampir semua organisasi atau kegiatan yang saya jalani tanggal dan harinya berbarengan. padahal sya ingin sekali mengikuti semuanya, nmun seprtinya tidak mungkin, LDK dan Tapak Suci memlih tanggal 27 februari untuk acara TMD 1 dan MUBES, sedangkan pada tanggal yang sama saya juga harus mengajar pramuka di SD, dan sepertinya gak mungkin bisa di tinggal,coz saya udah terlalu banyak bolos. huft.... ini semuanya membuatku bingung.
sampai detik ini saya belum bisa memutuskanya, terlalu banyak pertimbangan.

dari pada saya pusing memkirkan itu semua, mendingan saya memikirkan acra seleksi pertukaran pemuda antar propinsi yang semalam infonya baru saya dapatkan, pokoknya saya harus lulus sleksi, dan sekarang saya akan memprersiapkan apa saj yang akan menjadi modal saya dalam seleksi nanti. kalau di tanya skill saya apaan, saya selalu bingung untuk menjawabnya, sebab rasanya ilmu sya cuma setengah-setengah, tapi kali ini saya harus bener-bener matengin, berikut adalah sekill yang bakal saya tampilin.
1. publik spiking pidato dan training motifasi.
2. silat
3. hadarah dan nasyid.
4. penulis

oleh karenanya mulai hari ini saya akan persiapan semaksimal mungkin, untuk pilihan-pilihan di atas, biar waktu yang akan menjawab....

Jumat, 20 Januari 2012

tersembunyi


Tidak ada merpati
Tidak ada rajawali
Tidak bisa pak pos untuk mewakili
Teriak…….. dalam dentingan piano
Bercampur kata-kata melankolis namun amat kasar
Lebih buruk dari sangsekerta yang membusuk di dalam museum
Biar saja terbakar oleh hati yang kemarau
Atau lebur di bawah tanah karena konon tidak berguna
Sesal, pesan tak tersampaikan

Tuhan Baru
Gusar gumilar dalam ruang terkosong
Berserakan tersudut dan terhampa
Kenapa dunia begitu bissing
Aku benci …..
Ku remas dan ku gosok telinaku hingga memerah
Namun tak bisa ku hindari

Aku hidup di era kebisingan dan rongsokan
Mobil, motor, hand Phone semuanya bedebah
Namun tanpanya, banyak yang tak hidup.
BY: Ferdiyan DS

PESAN MASA LALU


            “pokoknya, kalau kamu kuliah di serang, kamu harus gabung di rumah dunia, kalau bisa kamu jadi relawan disana”, begitulah kurang lebih pesan yang di sampaikan oleh Pembina bulletin sekolah yang dulu pernah menjadi wadah bagi saya dan temen-temen untuk belajar dan berkreasi di dalam dunia tuis menulis. Selain sebagai Pembina bulletin, pak ayat (begitu saya memanggilnya) juga saya anggap sebagai guru sepiritual saya, karena dalam setiap permasalahan yang saya hadapi baik dalam organisasi atau pun yang lainya, hanya kepada beliaulah saya berani membuka diri dan menceritakan semua masalah yang sedang saya hadapi, hebatnya beliau selalu memberikan saran atau wejangan-wejangan yang membuat saya siap menghantam batu sebesar apapun.
            Buletin merupakan hal yang baru dalam sekolah kami, ketika itu saya baru menjabat sebagai ketua osis, seperti layaknya ketua osis yang lain, banyak sekali program kerja yang harus saya selesaiakan, di antara program-program kerja tersebut, Ada satu program yaitu mengenai pembuatan MADING (majalah Dinding), sebagai ketua osis yang baru, saya berinisiatif untuk memperbaiki MADING yang mulai kumuh dan penuh dengan kertas-kertas yang sudah tidak terbaca lagi apa pesan yang ingin di sampaikan oleh kertas tersebut. Mading di sekolah kami memang tidak berjalan evektif, jarang sekali ada siswa atau siswi yang mau mengisi atau berbagi informasi kepada siswa yang lain, yang ada paling pengumuman-pengumuman dari sekolah mengenai kewajiban menyelesaikan administrasi, atau pamplet-pamplet kegiatan yang akan di laksanakan oleh osis.
            Mading pada periode saya ini pun sepertinya akan bernasib sama dengan mading pada periode-periode sebelumnya, sebab jujur saja saya sendiri belum mengetahui bagaimanakah pengelolahan mading yang baik itu.
            Di tengah ke kebingungan tersebut, tiba-tiba saya di panggil oleh pak ayat, guru sepiritual saya. Entah kenapa sepertinya beliau bisa membaca pikiran saya yang sedang mencari inisiatif baru bagaimanakah seharusnya mading pada periode saya ini aga tidak hanya menjadi pajangan seremonial belaka saja. Akhirnya kita berdua dan beberapa teman yang lain berdiskusi dengan pak ayat, beliau berkata bahwa dalam pembuatan mading itu harus terorgenisir dengan baik, jangan hanya menunggu kesadaran siswa saja untuk untuk mengisi mading, namun, memang harus ada sekelompok orang yang berfokus mengurusi mading tersebut. Belau juga becerita tentang pengalamanya dulu di bidang jurnalistik, ternyata beliau itu juga hobi dalam bidang tulis-menulis. Tumpukan diary dan artikel di rumahnya menjadi bukti bahwa beliau memang benar-benar suka menulis.
            Singkat cerita, akhir dari diskusi itu kami sampai pada titik bahwa kami akan membentuk sebuah tim redaksi, bukan hanya perkara mengenai mading saja, namun juga kami  ingin membuat sebuah bulletin sekolah. Kami pun mulai mencari-cari nama yang cocok untuk bulletin perdana itu, Kemudian dari hasi perdebatan yang mat panjang, Kami mendapat satu nama yang pas untuk bulletin itu, kami bernama “Bulletin ciplukan” (cipta pelajar ungkap kecerdasan) dengan berbagai filosofi yang amat menarik.
Terjangkit Virus Menulis
            Hari-hari kami pun di warnai oleh kesibukan yang berbeda, hampir setiap hari kami berkumpul untuk membicarakan mengenai tulisan yang akan kami isi ke dalam bulletin, kami berencana terbit satu minggu sekali dengan empat halaman, halaman-halamn tersebut berisi kolom-kolom yang memuat berita, profile, artikel, diary siswa dan kolom sastra.
            Satu minggu kemudian, buletin ciplukan berhasil lounching perdana, tak lupa kami meminta sambutan dari kepala sekolah sebagai pelindung dari bulletin ini, kami benar-benar tidak menduga ternyata respon dari seluruh warga madrasah sangat luar biasa. Tidak biasa-biasnya MADING di kerubuti oleh para siswa dan siswi, karena selain kami print out dalam bentuk selebaran, kami juga menempelnya di mading. tidak sedikit para siswa yang tertawa membaca tulisan-tulisan kami yang amat polos.
            Respon ini tidak hanya di kalangan siswa saja, kamipun mempromosikan buletin yang kami buat kepada seluruh guru di madrasah, dan mereka memberikan tanggapan yang benar-benar bagus.
            Sejak saat itulah , sekolah kami sepertinya terjangkit virus menulis, bukan hanya siswa yang berlomba meramaikan bulletin, namun juga guru-guru mulai aktif menulis, hingga banyak tulisan-tulisan para guru tersebut di muat ke dalam koran lokal. Kamipun tidak sebatas melakukan penebitan bulletin saja, kami juga mengadakan pelatihan jurnalisrik untuk yang pertama kalinya, sebagai langkah awal bagi kami untuk lebih jauh mengenal jurnalistik.  
            Tidak hanya sebatas itu saja, rasa haus kami untuk lebih mengetahui dunia tulis-menulis, membuat kami terus mencari-cari informasi mengenai  komunitas menulis yang lainya, akhirnya kami di kenalkan oleh pak ayat dengan Gol A Gong dan Rumah Dunia yang beliau asuh, beliau bercerita panjang lebar tentang keadaan di sana, tentang kelas menulis, tentang relawan, dan tentang kisah-kisah orang yang sukses menimba ilmu di sana, beliau bercerita seakan-akan beliau pernah menjadi bagian dari Rumah Dunia, padahal yang saya tahu beliau hanya nge-search dari internet. Namun meskipun begitu, entah kenapa saya merasa saya harus pergi kesana, saya harus bergabung di dalam rumah dunia. Berbagai ilustrasi yang ada di kepala saya mengenai Rumah Dunia meyakinkan saya untuk bergabung di sana. Bukan Cuma saya, akan tetapi temen-temen yang lain pun sepertinya merasakan hal yang sama dengan bernbagai ilustrasi yang mereka buat sendiri. Kami pun mulai merencanakan untuk berangkat ke rumah Dunia bersama-sama. Namun sayang, rencana itu harus tertunda dengan berbagi alasan, hingga saya lulus.
Pesan Itu Hampir Terwujud
            sekarang saya duduk sebagai mahasiswa di IAIN SMHB jurus jinayah syasah, saya sudah jarang berkecimpung dalam buletin yang ada di sekolah itu. Namun, keinginan saya untuk lebih tau tentang dunia tulis-menulis, tentang rumah dunia, masih selalu terpatri di dalam dada. Saya selalu ingat pesan dari Pembina Bulletin itu, “bergabunglah dengan Rumah Dunia”.
            Informasi demi informasi terus saya telusuri dari temen-temen saya di kampus, hingga pada suau saat saya memberanikan diri berangkat kesana berbekal alamt yang di berikan oleh teman saya. Sial, jarang sekali ada angkot di wilayah situ, hingga saya harus rela jalan kaki ke sana.
            Sampailah saya di gerbang Rumah Dunia, sedikit ragu namun tetap ku paksakan masuk karena di dorong rasa penasaran yang luar biasa. Namun aneh, hari itu sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang mengobrol sambil saling mencomot makanan. Saya pun memberaniaka diri untuk menghampiri sekumpulan orang itu, dan dengan sangat ramah mereka menyambutku dan menanyakan maksud dan tujuan saya datang ke situ, saya pun mengutarakan maksud saya dan keinginan saya bergabung dalam rumah dunia, saya ingin mengikuti kelas menulis. Merekapun menjelaskan bagaimana caranya agar bergabung di dalam rumah dunia, dan untuk kelas menulis itu akan di buka pada bulan januari.
            Setelah mendapat informasi tersebut, dan setelah saya sedikit melihat-lihat koleksi buku yang ada di sana, saya pun bergegas pulang. Sedikit informasi yang saya dapatkan ini, membuat saya benar-benar yakin bahwa saya sebentar lagi akan menepati pesan itu, dan sebentar lagi Rumah Dunia akan menjadi sarang saya yang baru untuk berkreasi di bidang menulis.

By: ferdiyan ds.

Rabu, 04 Januari 2012

"EXISTENSI POLITIK ISLAM DI INDONESIA" by: ferdiyan

A.    PENGERTIAN POLITIK

1.      Pengertian Politik Menurut Islam
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah.Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan.Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda : "Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)
Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Beliau menjawab : "Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad).
Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim.
Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa.Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi.Bahkan, dengan pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan yang shalih dan berbuat baik.Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar atau tidak mempengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas dalam memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang digunakan untuk kebathilan (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.
1.      Pandangan Politik Menurut Para Ahli Dari Barat
Politik sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi.Pemikiran mengenai politik di dunia barat banyak dipengaruhi oleh Filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles yang beranggapan bahwa politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik. Usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik ini menyangkut bermacam macam kegiatan yang diantaranya terdiri dari proses penentuan tujuan dari sistem serta cara-cara melaksanakan tujuan itu.
A. Rod Hague
Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
B. ANDREW HEYWOOD
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama
C. CARL SCHMIDT
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan - keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak.
D.  LITRE
Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur negara
E. ROBERT
Definisi politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia
2.      HUBUNGAN ISLAM DAN POLITIK DI INDONESIA
Perdebatan antara hubungan Islam dan politik tidak akan pernah berhenti, baik itu di dunia Islam maupun di Indonesia. Di Indonesia, relasi antara Islam dan politik sudah ada semenjak Islam masuk, akan tetapi perdebatan yang sistematis baru terjadi pasca kemerdekaan Indonesia. Dimana perdebatan itu begitu vulgar ketika diadakannya rapat BPPUPKI dan memuncak dengan keluarnya piagam Jakarta.Namun, pada akhirnya hubungan antara Islam dan politik dalam bentuk formal tidak terealisasi dalam konstitusi Indonesia, sehingga jalan alternatifnya adalah terbentuklah Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia.
Pancasila yang bernafaskan sekuler ini sudah menjadi postulat politik bagi system politik di Indonesia, sehingga terasa tidak ada ruang lagi bagi Islam politik di Indonesia.Jika ada itu pun hanya sebatas pada tatanan subtansi bukan pada tatanan formalitas.Jadi eksistensi Islam politik Indonesia masih tahap dialektika dalam kekangan ideologi Pancasila.
Namun, cita-cita untuk mendirikan Negara Islam akan tetap selalu ada di masyarakat Indonesia. Tetapi pilihan untuk sekulerisme bukan merupakan pilihan yang buruk untuk Indonesia dalam menanggapi relasi antara Islam dan politik.
Disisi lain, peranan partai politik terutama partai-partai Islam akan tetap menghiasi perdebatan politik Islam di Indonesia. Sehingga partai-partai Islam bisa jadi indicator bahwa politik Islam tetap eksis di Indonesia.

1.     Partai Islam Sebagai Indikator Politik Islam Di Indonesia
Partisipasi Muslim dalam bidang politik telah menghiasi percaturan politik tanah air, bahkan sejak negara ini belum merdeka dan mulai diperkenalkannya sistem politik demokratis modern.Tercatat sejak tahun 1929 Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) berdiri sebagai suatu wadah perjuangan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah. Kemudian pada tahun 1945 berdiri partai politik Islam Masyumi sebagai satu-satunya wadah perjuangan ummat Islam dalam bidang politik, meski kemudian partai ini terpecah dengan keluarnya NU dan PSII.
Dalam perjalanan berikutnya partai-partai Islam mengalami pasang surut. Diantaranya dapat dilihat pada masa orde lama, dimana sukarno memberangus keberadaan masyumi dalam peta politik Indonesia. Demikian pula pada masa orde baru, dimana orde baru melakukan restrukturisasi system kepartaian pada tahun 1973.Restrukturisasi ini memaksa setiap partai untuk berfusi menjadi satu, baik itu partai Islam maupun partai nasionalis.Sehingga, setelah peraturan itu partai-partai di Indonesia termasuk partai Islam harus beazaskan Pancasila, maka mulai saat itu tidak ada lagi partai Islam yang resmi membawakan suara Islam.Aspirasi umat Islam sekarang berada dalam berbagai kelompok politik dan sosial.Sebelumnya partai Islam sering dianggap mawakili umat Islam sehingga aspirasi umat sering diidentikan dengan aspirasi partai tersebut, meskipun sebenarnya tidak demikian, karena hanya sebagian orang Islam yang masuk partai yang berasaskan Islam tersebut.
Setelah jatuhnya orde baru dari kekuasaan, banyak partai- partai Islam mulai bermunculan.Fenomena munculnya partai Islam ini mengandung spekulasi.Ada yang melihat sebagai “masuknya kembali Islam dalam dunia politik.” Ada pula yang secara serta merta menyuarakan alarmism – bagian dari, meminjam istialah oliver roy,  “imajinasi politik” akan ketidakterpisahan antara wilayah agama, hokum, ekonomi dan politik.
Yang jelas maraknya kehidupan politik Islam dewasa ini sebagai suatu fenomena yang dapat diberikan lebel (re) politisasi Islam. Meskipun demikian, kalau menilik indicator utama yang digunakan sebagai dasar penilaian itu adalah munculnya sejumlah partai yang menggunakan symbol Islam dan asas Islam atau yang mempunyai pendukung utama komunitas Islam, maka tidak terlalu salah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud adalah munculnya kembali kekuatan politik Islam. Sudah sewajarnya kemunculan partai Islam itu dianggap sebagai repolitisasi Islam, karena sudah 32 tahun partai Islam mengalami kekangan orde baru, kembalinya kekuatan politik Islam ini mewarani percaturan politik Indonesia  pasca orde baru dan prospek politik Islam kembali.
Dengan Kemunculan kembali partai Islam dapat dijadikan sebagai indicator munculnya kembalinya politik Islam.Romantika politik Islam pada majelis konstituante di masa lalu mengingatkan kembali para aktivis politik Islam untuk mengakat isu Islam politik.Sekarang, pertaruang tidak hanya pada tatanan konsititusi, tetapi sudah masuk pada tatanan ideologi partai-partai Islam.Walaupun Pancasila tetap menjadi landasan Negara, bukan berarti partai juga berazaskan Pancasila tapi berazaskan Islam.
Kemudian yang menjadi pertanyaan pada konteks sekarang adalah benarkah partai-partai Islam itu dapat menampung aspirasi umat Islam dan apakah aspirasi umat itu identik dengan aspirasi partai.
Jika pada masa lalu partai Islam dianggap sebagai aspirasi umat Islam, karena para pemimpin dan aktivis politik Islam awal bergantung pada dua ciri utama.Pertama, politik non integratif atau partisan, dimana politik partisipan berkaitan secara langsung dengan pengelompokan politik Islam sebagai kekuatan politik seperti partai yang dimonopoli oleh partai-partai Islam.Kedua, parlemen sebagai lapangan bermain dan arena perjuangan.Para kelompok Islam mencanangkan tujuan-tujuan sosial politisnya yang pada hakikatnya bercorakan non integratif atau paritisan.Diantaranya adalah penegasan Islam sebagai ideologi Negara dan mendesak dilegalisasikanya piagam Jakarta.
Sedangkan Islam pada masa orde baru lebih bersifat cultural dari pada politis.Pada kenyataanya Islam di Indonesia tetap ada watak politisnya. Format atau rumusan Islam politik tersebut mencakup. Pertama, landasan teologis dan filosofis Islam politik.Kedua, tujuan-tujuan politik Islam.Ketiga, pendekatan politik Islam yang sedang berubah dari politik formalitas-legalisme kepada subtansialisme, atau dari politik eksklusivisme kepada inklusivisme.
Perubahan pola politik Islam dari politik formalitas kepada politik subtansialisme tersebut berimplikasi pada perkembangan politik Islam pada masa berikutnya. Sehingga politik subtansialisme mulai mengakar dalam kultur politik Indonesia, walaupun bermunculan partai Islam yang memperjuangkan politik formalitas. Tatap saja perjuangan Islam sebagai ideologi Negara akan semakin sulit terealisasi. Karena ideologi Pancasila  yang bersifat sekuler sudah mengakar dalam system politik di Indonesia.
Pada konteks sekarang sangat sulit mengatakan bahwa partai Islam itu sebagai wadah aspirasi umat Islam, karena partai Islam sudah terfragmentasi.Kecendurungan sekarang lebih kepada kepentingan individu dari para politisi Islam, bukan kepentingan umat.Sehingga dapat dikatakan pola gerakan partai Islam bergerak kearah pragmatis.
Para tokoh politik (tak terkecuali politikus Islam), sama-sama berusaha menggunakan lambang keagamaan sebagai salah satu alat perjuangan memperoleh kekuasaan, kadang kala dengan cara sinis tetapi pada umumnya melalui proses rasional. Ketika seseorang mulai menyadari bahwa mereka merupakan anggota dari kelompok-kelompok politik yang diwarnai identitas keagamaan. Maka individu itu akan beranggapan bahwa kepentingan-kepentingan pribadi mereka berkaitan erat dengan kesejahteraan (umat) beragama mereka. Kondisi seperti itulah yang terjadi pada elite-elite politik Islam pada masa sekarang di Indonesia.
2.Relefansi Syariat islam dengan politik di Indonesia
Politik menurut perspektif syari’at, ialah yang menjadikan syari’at sebagai pangkal tolak, kembali dan bersandar kepadanya, mengaplikasikannya di muka bumi, menancapkan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsipNYA di tengah manusia, sekaligus sebagai tujuan dan sasarannya, sistem dan jalannya.Tujuannya berdasarkan syari’at dan sistem yang dianut juga berdasarkan syari’at. Apabila ditinjau dari konsep sekarang syariat itu bisa dimaknai sebagai penerapan nilai nilai Islam dalam system politik baik itu peraturan perundang-undangan, kebijakan public, tata negara dalam bentuk formalitas, sehingga syariat Islam dianggap sebagai solusi bagi yang ideal untuk negara.
Disamping itu, teori Donald K Emmerson mengemukakan tesis bahwa “Islam yang berada diluar kekuasaan adalah Islam yang tidak lengkap” atau “umat Islam yang tidak terus mengupayakan terwujudnya Negara Islam adalah umat Islam yang tidak berbuat yang sesungguhnya demi Islam”. Maksudnya, kelompok Islam militan berpandangan bahwa Islam dan politik tidak dapat dipisahkan, karena mereka percaya bahwa Islam yang berada diluar kekuasaan adalah Islam yang tidak lengkap. Yang harus di pertanyakan pada kondisi sekarang ialah “apakah formalitas Negara Islam itu bisa di terpakan pada zaman sekarang?.
Untuk itu, sebagian muslimin menganggap syariat Islam  bahwa syariat Islam itu relevan untuk semua zaman, kondisi dan tempat. Kerelevansian syariat Islam ini banyak ditunjukan dalil-dalil Qath’i, baik berupa wahyu, bukti sejarah maupun bukti realistis.Sedangkan sebagian yang lainya mengangap bahwa syariat Islam tidak sesuai dengan konteks politik kontemporer. Diantaranya pemikir kontemporer yang lebih moderat adalah Abduh yang mengemukakan bahwa “organisasi politik bukanlah persoalan ditetapkan oleh ajaran Islam , melainkan oleh situasi dan waktu.
Dengan demikian, system politik seperti apa yang seharusnya diterapkan dalam situasi di Indonesia yang mayoritas muslim. Apakah harus memaksakan berdirinya Negara Islam atau tetap mempertahankan system politik yang sudah ada yang cendrung bersifat sekuler.
Jika berpedoman pada pendapat qardhawi, maka syariat Islam atau Negara Islam harus jadi azas ideolgis Negara di Indonesia. Tetapi apakah Negara Islam tersebut akan relevan untuk cultural masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Padahal dalam sejarah politik di Indonesia, wacana Negara Islam telah ada di saat pembentukan ideologi Negara, walaupun pada akhirnya kekalahan berpihak kepada politik Islam.
Yang  muncul kemudian ialah Pancasila sebagai ideologi Negara, dimana Pancasila ini lebih cendrung bersifat sekuler. Walaupun ada yang beraanggapan bahwa dijadikanya Pancasila sebagai ideologi Negara tidak dianggap sebagai perwujudan dari keinginan untuk memisahkan agama (Islam) dari Negara.Dengan dimasukannya sila “ketuhanan yang maha esa” dalam dasar Negara itu, maka Indonesia sudah dipandang sebagai “Negara Islam”.
Tetapi pada kenyataanya Pancasila itu lebih bercorak sekuler, walaupun masih ada sila yang bersifat teolgis. Perkembangan selanjutnya akan terasa sulit jika formalitas politik Islam dalam Negara Islam itu dipaksakan dalam konsititusi politik di Indonesia. 
Namun sekarang, wacana dan format politik Islam yang bersifat formalitas tetap ada di Indonesia, tetapi hanya terjadi pada daerah-daerah tertentu yang bagian dari kesatuan republik Indonesia. Tetapi tidak akan berlanjut pada pembentukan Negara Islam secara keseluruhan. Walau sebagian daerah menerapkan syariat Islam sebagai landasan politiknya, bukan berarti diikuti pula oleh Negara.






Penutup
Pemikiran politik Islam juga pada dasarnya terpenjara pada tiga mazhab besar.Hampir-hampir seluruh artikulasi pemikiran politik Islam tidak lepas dari bayang-bayang pemikiran bahwa Pertama, Islam dan politik itu tidak bisa dipisahkan.Kedua,  Islam dan politik itu bisa dipisahkan; dan Islam dan politik mempunyai keterkaitan yang erat, akan tetapi bentuk hubungannya tidak bersifat legal-formalistik, tetapi substansialistik.
Berikut gambaran dari ketiga mazhab tersebut dalam system politik di Indonesia.Pertama, Untuk konteks Indonesia sangat sulit untuk menghilangakan harapan-harapan dari aktivis politik Islam untuk mendirikan Negara Islam. Kerena mereka menganggap bahwa Islam dan politik tidak bisa dipisahkan,  disamping itu adapula legitimasi cultural yang membuat mereka tetap semangat untuk memperjuangkan Negara Islam, dimana mereka menganggap sebelum berdirinya Negara ini masyarakat Indonesia telah menerpakan syariat Islam.
Kedua, apabila pemisahan agama (Islam) dan politik di Indonesia dipahami dalam konteks sekulerismenya Kristen dan barat maka konsep tersebut tidak sesuai untuk budaya Indonesia. Untuk itu perlu konsep sekuler yang cocok dengan kultur di Indonesia, salah satunya adalah konsep sekulerisme yang ditawarkan oleh An Naim.
Ketiga, golongan inilah yang banyak bermain dalam percaturan politik Islam di Indonesia pada saat sekarang ini, terutama dalam partai-partai Islam.Keberadan partai Islam ini kembali menghidupkan kembali atmosfir politik Islam di Indonesia.Tetapi tidak sedikit pula para aktivis politik Islam yang memanfaatkan kesempatan ini untuk kepentingan pribadi mereka.