“Belum ku temui”


Gue bener-bener masih bingung, sebenarnya apa yang membuat gue bisa merasa lebih tenang menjalani hidup dan kehidupan tanpa rasa was-was. Setelah lulus gue mau kemana, gue bisa kuliah atau tidak, kalau gue kuliah gue mau ngambil jurusan apa, gue sebenarnya mahir di bidang apa, dan mampukah gue ngeraih semua yang gue inginkan dengan kondisi keuangan gue yang kaya gini, yah…..bener banget, Uang. Gue nggak ngerti, kenapa uang seakan-akan sudah menjadi seperti tuhan, tidak ada uang , maka urusan jadi sulit buat di selesaikan.
                Manusia memang enggak pernah berhenti untuk terus mikirin uang, semenjak mereka terbangun dari tidur, mereka sudah harus mikirin uang, berapa banyak pengeluaran pada hari ini, berapa banyak yang harus di keluarkan buat sarapan, makan siang, makan malam, berapa banyak buat transportasi bapak pergi kerja, untuk jajan anak, dan lain sebagainya. Semuanya itu perlu uang, bukan cinta atau daun.
                Ibu gue juga pernah ngomong sama gue, kalau setelah lulus SLTA nanti, gue harus kerja, tentunya untuk menghasilkan uang, beliau juga menambahkan kalau gue udah kerja dan menghasilkan uang, gue bebas buat kuliah di manapun yang gue suka, dan gue juga bisa beli motor buat kendaraan kuliah gue. Sontrak gue kaget dengan apa yang ibu gue ucapin, karena setelah lulus,  gue sama sekali nggak punya cita-cita buat langsung kerja, tapi pengenya sih langsung kuliah. Gue ngerti, gue tau kenapa ibu gue ngumong kaya’ gitu, karena mungkin beliau terlalu takut nggak bisa nguliahin gue, alasanya tak lain adalah gak punya uang. Gue coba tepis omonganya ibu itu dengan sebuah argument, “bu..,ibu nggak usah musingin, nggak usah nyemasin, untuk bisa nguliahin saya atau tidak, nggak usah mikirin dari mana uang buat pendaftaran kuliah saya, saya tau kondisi ibu kaya’ gimana, ibu cukup ngasih support, do’a buat saya, untuk selanjutnya serahin semua sama saya, saya akan usaha sekuat tenaga buat ngeraih semua yang saya inginkan”.
Orang tua manapun mungkin akan ragu mendengar argument seperti itu dari seorang anak yang terhitung manja, segala sesuatunya masih mengandalkan orang tua, uang jajan aja setipa hari masih di kasih, gimana ibu mau percaya kalau gue bisa ngebiayahin kuliah gue sendiri.
                Uang juga terkadang di jadikan tolak ukur oleh sebagian orang yang bego’ dan bodoh banget. Tolak ukur antara wong kecil dan wong besar, tolak ukur antara golongan terhormat dan golongan yang tidak terhormat, tolak ukur antara orang yang pantas di segani dan orang yang tidak pantas di segani. Sumpah, gue jijik, enek, benci banget sama tipe orang kaya’ gini, tipe orang yang membedakan dan menilai segala sesuatu dari uang, atau harta kekayaan yang di miliki, sebab bagi gue, besar kecilnya orang, terhormat atau tidak terhormatnya orang, yang patut disegani atau yang tidak patut di segani, itu nggak bisa di liat dan di ukur dari uang, nggak bisa di liat dari harta kekayaan, nggak bisa di lihat dari pinter atau bodohnya orang, tapi bagi gue, orang yang patut di hormati, orang yang patut  dis segani adalah orang yang bisa berbuat adil, membenarkan yang benar, dan mensalahkan yang salah, dan nggak pernah nyakitin hati orang lain, sekali lagi, bukan uang.
Gue nggak bilang kalau gue benci uang, karena gue sadar segala sesuatu yang gue lakuin sehari-hari, selalu berhubungan dengan uang, buat nulis kaya’ gini aja gue butuh uang, buat beli pulpen, beli buku diary karena buku diary gue yang hampir habis, itu butuh uang. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan yang lain, kebutuhan sekolah misalnya, seragam sekolah, sepatu, buku, tas. Juga kebutuhan sehari-hari misalnya, buat beli pakaian gue yang sepertinya sudah harus di mutasi dari pakaian kondangan ke pakaian main-main biasa, buat beli celana dalem, beli gorengan kecap saus ala te udo, bahkan kalo gue lagi kangen sama si dia juga gue butuh uang buat beli pulsa. Gue pun akan jadi orang yang lebih haapy, kalau gue lagi punya uang agak tebal, masuk warung akan semakin PD, nggak pake saeribu alasan kalau di ajakin maen sama teman, dan senyum gue pun akan jauh labih manis dari biasanya. Semuanya karena uang. Ah…….. kalau ngomongin uang nggak ada habisnya, banyak orang jadi gila karena mikirin uang.
                Bukan gue nggak tau, bahwa untuk ngeraih keberhasilan itu pasti banyak kendala, jalanya enggak bakal mulus, terjal, penuh bebatuan, kubangan, pokoknya lebih parah dari jalan pabean. Tapi yang gue nggak tau adalah mampukah gue bertahan menghadapi kendala-kendala itu, gue belum bener-bener yakin.
                Yang jelas, sekarang  gue akan berusaha keras buat ngehadepin semua kendala-kendala itu, kalaupun nanti ada kendala yang sulit banget, gue akan berhenti sejenak dan mengumpulkan tenaga untuk menghancurkan Kendala itu.
Hidup ini sekali, gue nggak mau gagal dan menyesal seumur hidup bahkan sampai akherat, kesempatan itu kaya’ pintu, banyak buanget, tinggal kita rajin buat mengetoknya. gue yakin, kalau gue ngotot dan sabar buat ngeraih apa yang gue impikan, gue pasti akan berhasil.
Ferdian, pabean 03 april 2011. (05:30)