Kamis, 19 Desember 2013

KETIKA HARI MENDADAK KELABU

(Kepada adikku Sintia dan Anistia)

Sebelum waktu menyulitkan kita
sekedar bertemu dan bersipandang
Atau memakan mie instan di warung pojok
belakang rumah
Sebelum kau bergegas meninggalkan
kesempatan dan rencana yang menggantung
dalam pembicaraan
Ijinkan aku menitipkan pesan yang
lahir dari rahim kegellisahan panjang
Dari batin abangmu yang sakit;

Dik, abang ingin kau hentikan rengekanmu
Pastikan air mata yang turun dari sudut matamu kemarin sore
adalah air mata terakhir untuk melepas masa bocahmu

Dik, semakin hari dunia menjadi riuh gaduh
Tak jelas kemana lagi manusia berpijak
Seakan selesai dengan perbincangan tentang meja makan
dan ranjang
Maka suaramu harus berbeda, dik


Kau harus mulai angkat bicara tentang buruhburuh
yang dihantam batinnnya saban hari
atau tentang kampung kita yang dikepung kegelisahan jaman
bicaralah tentang itu
dengan puisi atau dengan apa pun yang kau bisa


dik, kelak abang tak ingin melihatmu
menjadi bagian yang tak terhitung
maka mulai dari hari ini;

keraskanlah hidupmu.

Dik, tubuh kita akan berai

namun suara kita harus tetap menggumpal
mengancam ketidak adilan





ingatlah ini
Dari abangmu, yang gelisah.

Cilegon, 2013

1 komentar:

  1. Jangan berhenti menulis ya, kawan. Saya sudah baca tulisan-tulisan di blog ini. Indonesia butuh banyak muda-mudi kritis sepertimu.

    Salam sahabat Indonesia. :)

    BalasHapus