Saya teringat bagaimana pertama kali saya mengenal
Ustadz Salim A. Fillah. Ketika itu ada acara bedah buku di kampus. Konon buku
yang dibedah adalah buku Salim A. Fillah. Kawan-kawan satu organisasi
sepertinya sangat mengenal nama itu, sedangkan saya yang mengaku pecinta buku
malah merasa sangat asing dengan nama tersebut.
Saya pun hadir dalam acara bedah buku itu. Suasana
begitu ramai, aula kampus yang terhitung sangat luas hampir penuh terisi orang.
Didepan, sang penulis sendiri sudah hadir, berikut dengan pembedahnya, Langlang
Randawa. Keduanya masih muda.
Acara pun dimulai. Sebagai pembuka, ustadz Salim mengajukan
sebuah pertanyaan kepada audien. Namun, tak satu pun dari audien yang berani
menjawab, entah apa alasannya. Iseng saja, saya acungkan tangan dan
memberanikan diri menjawabnya. Saya tahu jawaban saya itu ngawur, dan jauh dari
kata benar. Akan tetapi, ternya saya dipanggil oleh ustadz Salim untuk maju ke
depan. Kemudian ia memberikan bukunya yang terbaru ‘Dalam DekapanUkhwah’
beserta tanda tangannya. Saya tidak mengira, bahwa buku itu akan menjadi buku
yang menempati daftar nomor satu dalam buku yang saya suka.
Seperti
Makan Gado-gado
Meminjam istilahnya Hernowo bahwasanya ada buku yang
bergiji dan ada pula buku yang tidak bergiji. Bagi saya, buku yang bergiji itu
ialah manakala kita merasa sangat kenyang—dalam arti kita merasa enak dan
banyak pengetahuan baru—setelah kita membacanya. Begitulah yang saya rasakan
ketika membca buku ustadz Salim. Baru membaca dua sampai tiga halaman saja, saya merasa sangat
ketagihan, dan ingin terus membacanya sampai akhir, sehingga hampir tiga kali
saya menamatkan bukunya.
Gaya betuturnya yang halus dan unik saya kira membuat
siapa pun akan dibuat jatuh cinta dalam gaya tulisannya. Saya katakan unik,
karena dia mempunyai gaya khusus untuk menyampaikan ide atau gagasannya.
Sebagai seorang ustadz, dia mempunyai trik untuk menyampaikan ajaran-ajaran
islam agar bisa diterima oleh setiap orang. Biasanya dia berbicara sejarah,
filsafat, hukum kemudian secara tepat dikaitkan dengan ajaran-ajaran islam yang
bersumber dari Al-qur’an dan sunah. Inlah yang membuat saya kagum dengan
beliau, dia tidak pernah menutup diri untuk membaca buku atau belajar mengenai
apa pun. Pada akhirnya, semakin banyak kita belajar maka kita akan semakin
bijaksana menyikapi sebuah permasalahan. Begitu kira-kira pandangannya.
Membangun
Cinta Dengan Iman
Dalam bukunya yang berjudul “Dalam Dekapan Ukhwah” ustadz Salim mencoba menguraikan tentang
pentingnya iman dalam menjalin suatu hubungan dengan siapapun. Karena dengan
imanlah seseorang mampu mengambil cinta dan kasih dari tuhan untuk ditebarkan
kepada manusia yang lain. Dengan begitu, kita tidak akan merasa terluka walau
bagaimanapun sikap sahabat kita terhadap kita. Karena cinta dan kasih tuhan
sangatlah tulus dan tidak terbatas.
“Muslim
yang satu adalah cermin bagi muslim yang lainnya” begitu
kiranya ucap nabi besar kita. Seakan mengisyaratkan, bahwa setiap muslim di
dunia ini harus saling mengikatkan diri dalam tali persaudaraan. Saat kita
bercermin, ketika kita melihat keburukan pada diri kita, maka kita tahu yang
harus kita benahi bukanlah bayang-bayang dalam cermin, atau bahkan kita
menghancurkan cerminnya. Namun yang harus kita benahi tentulah diri kita
sendiri. Kebanyakan dari kita, ketika kita merasa tidak nyaman berhubungan
dengan orang lain, maka kita habis-habisan mengkritisi orang tersebut dengan
segala keburukannya. Padahal siapa yang tahu bahwa keburukan itu sebetulnya ada
pada diri kita. Ustadz Salim mencoba mengingatkan kita untuk terus
mengintropeksi diri, terus dan terus.
Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh imam Abu
Dawud, Rosululloh SAW. Pernah bersabda, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba
Allah terdapat orang-orang yang bukan nabi, dan bukan pula syuhada. Tapi bahkan
para nabi dan syuhada cemburu pada mereka dihari kiamat nanti, tersebab
kedudukan yang diberikan oleh Allah pada mereka. Mereka itu adalah segolongan
manusia yang saling mencintai karena rahmat Allah. Bukan karena sebab
kekerabatan dan darah. Bukan pula di dasarkan pemberian harta. Demi Allah, wajah
mereka pada hari itu bersinar cemerlang dan mereka berada diatas cahaya. Mereka
tidak merasa khawatir ketika manusia lain ketakutan, dan mereka tidak bersedih
ketika manusia lain berduka.”
Membaca buku ini kita dapat belajar banyak dari
orang-orang yang diakrabkan hatinya oleh Allah atas dasar keimanan yang mereka
miliki. Sebutlah persahabtan antara Zaid bin Tsabit dengan Ibnu Abbas. Meski
sangat berbeda pandangan tentang masalah waris, namun ketika bertemu, keduanya
begitu mesra, saling memuji dan lain sebagainya.
Atau persahabatn antara Ali bin Abu Thalib dengan
Talhah. Meski sejarah menggambarkan betapa mereka sangat bertentangan saat
perang Jamal. Namun Ustadz Salim menepis itu semua, dia mengatakan bahwa
sebetulnya Talhah telah mengunjungi Ali. Dengan rasa kasih dan sayang antara
keduanya, mereka menyepakati untuk menghentikan perang. Namun ketika Talhah
keluar dari rumah Ali, ia dibunuh oleh seseorang yang tidak senang dengan
perdamaian mereka.
Oleh karenanya, ketika hubungan kita dengan
seseorang sedang buruk. Atau ketika semua orang seakan menjauh dari kita,
periksalah diri kita sendiri. Siapa tahu iman kita sedang compang-camping,
sehingga segala perbuatan yang kita lakukan terkesan tidak membuat nyaman orang
lain.
Islam adalah agama yang sangat mengedepankan cinta
kasih antar sesama. “tidak dikatakan
beriman seseorang, manakala dia belum bisa mencintai saudaranya (muslim)
seperti ia mencintai dirinya sendiri” Begitulah kiranya ajaran rosul kita.
Memabaca tulisan-tulisan Salim A Filah, kita tidak
hanya mendapat petuah-petuah mutiara yang menenangkan. Melainkan juga kita akan
mendapat penyegaran-penyegaran terhadap sejarah, filsafat, dan juga pengetahuan-pengetahuan
yang lain.
Selain itu, nilai-nilai sastra dalam setiap
tulisannya terasa begitu kental. Beliau selalu menyelipkan puisi-puisi dalam
stiap karyanya.
“Dalam dekapan ukhwah, kita mengambil cinta dari
langit lalu menebarkannya di bumi. Sungguh disurga, menara-menara cahaya
menjulang untuk hati yang saling mencinta. Mari membangun dari sini, dalam
dekapan ukhwah.” Salim A Fillah.
Penulis adalah penikmat
segala jenis buku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar