Suatu ketika ada seorang sahabat datang kepada saya, ia menanyakan
pendapat saya tentang demokrasi. Sebisanya saya mengungkapkan apa yang saya
tahu tentang demokrasi. Namun, dengan gencar ia menepis pendapat-pendapat saya.
Akhirnya saya memutuskan untuk diam dan mendengarkan apa yang sahabat saya itu
ucapkan.
Dia menganggap bahwa demokrasilah yang menyengsarakan kehidupan
rakyat Indonesia, demokrasi itu hanya menguntungkan sebagian orang saja,
demokrasi itu sekuler dan kafir, demokrasi hanya membuat para kapitalis semakin
menjamur dan lain sebagainya. Saya mendengarkan dengan seksama apa yang sedang
ia bicarakan. Kemudian ia menawarkan konsep suatu negara terhadap saya, dia
bilang Indonesia sudah saatnya menerapkan hukum islam, layaknya nabi Muhammad
ketika di madinah. Intinya dia mengajak saya bergabung bersamanya untuk turut
memperjuangkan Negara islam di indonesia. Saya hanya tersenyum mendengar ajakannya
itu, saya memberi penjelasan kepadanya bahwa saya belum bisa, mungkin lain
waktu saja.
Sedikitnya saya pernah membaca tentang konsep Negara islam, dan
sejujurnya, bukan saya tidak suka dengan system itu, tentunya sebagai orang
islam saya sangat bangga manakala hukum-hukum islam bisa diterima dengan baik
oleh masyarakat Indonesia. namun saya kira
dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini, agaknya kurang tepat.
Bukan kedamaian yang kita dapatkan, bahkkan mungkin peperangan yang akan
terjadi pada rakyat Indonesia.
Yang menjadi pikiran saya adalah, benarkah demokrasi yang
menyebabkan carut-marutnya bangsa ini? Agaknya sahabat saya itu berbeda
pandangan dengan saya dalam memahami demokrasi.
MENGENAI
DEMOKRASI
Umum mengartikan demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat
(Demos-Kratien), artinya rakyat diberikan sedemikian hak untuk ikut andil dalam
menjalankan roda pemerintahan. Tentu saja tidak semua rakyat, demos disitu
kemudian diartikan dengan perwakilan. Rakyat memilih wakilanya sebagai
penyambung lidah atas kesejahteraan mereka sendiri.
Masalahnya kemudian, rakyat yang seperti apa yang berhak menjadi
wakil atas rakyat yang lainnya. Apakah dengan paham demokrasi itu kemudian
menghalalkan semua golongan rakyat untuk menjadi wakil, entah itu dari golongan
pengusaha, kiyai, akademisi, atau pun dari golongan buruh. Tidak peduli akan
basicnya sebagai pemimpin atau bukan, tidak peduli dia punya kemampun atau
tidak, tidak peduli dia seorang koruptor atau bukan, yang pasti jika rakyat
telah menghendaki, dia akan menjadi seorang wakil rakyat. Saya kira, cara
pandang terhadap demokrasi yang seperti inilah yang membuat bangsa ini menjadi
ambruk.
Sayangnya,
cara pandang yang demikian itu menerap pada rakyat Indonesia. Masyarakat
Indonesia tidak peka terhadap calon pemimpinnya. Bukanlah kemampuan yang dilihat,
akan tetapi uang dan popularitas. Banyak rakyat yang kemudian memilih para
wakilnya atas dasar uang yang diberikan saat kompanye, yang jelas-jelas itu
mencederai nilai-nilai demokrasi. Atau pun karena popularitas calon pemimpin
tersebut, semisal seorang artis atau aktor. Maka dengan mudah rakyat terbuai
oleh kata-kata manisnya.
Seungguhnya,
jika cara pandang masyarakat Indonesia masih demikian, maka saya anggap
Indonesia belum mampu atau gagal dalam menerpkan system demokrasi.
Pentingnya
Literasi Dalam Berdemokrasi
Paling
tidak, ada satu hal yang harus dipenuhi jika demokrasi ingin berjalan dngan
baik, satu hal tersebut ialah “kecerdasan rakyat”, baik itu rakyat yang
mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, atau pun rakyat yang hendak memilih
wakil rakyat.
Sebagai
wakil rakyat, tentunya ia harus cerdas. Baik itu cerdas secara intelektualnya
sebagai pemimpin, emosionalnya, terlebih lagi spiritualnya. Ketika hal ini
sudah terpenuhi, maka suatu kepemimpinan akan menjadi seimbang. Kecerdasan yang
ia miliki akan memenjaranya untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang.
Selanjutnya,
sebagai rakyat yang diwakili seyogyanya rakyat juga harus cerdas dalam memilih
wakilnya. Tidak terpengaruh akan popularitas ataupun dengan uang (money
politik), masyarakat harus keritis dan peka, karena jika sedikit saja kita
salah dalam memilih, maka imbasnya akan sangat besar. Untuk menggapai
kecerdasan itu tak ada lain tentunya kita harus membaca, baik itu membaca
secara tekstual atau pun kontekstual. Karena dengan membaca paling tidak kepala
kita sudah mempunyai gambaran tentang
apa dan bagaimana sosok pemimpin kita nanti.
Disinilah pentingnya budaya literasi dalam
berdemokrasi. Dalam budaya literasi kita diajarkan untuk menyikapi suatu hal
dengan keritis dengan metode membacanya, setelah itu kita di tuntut untuk
menuangkan opini kita dalam bentuk tulisan, kemudian mendiskusikanya. Begitu
pun saat kita memilih seorang pemimpin, kita tidak bisa melihat seorang
pemimpin hanya deri casingnya saja. Kita harus membacanya secara detail, agar
kita tidak salah memilih pemimpin yang pongah.
Oleh karenanya, jika kita ingin mendapati demokrasi bisa bangkit,
yang implikasinya juga kepada kebangkitan suatu bangsa. Maka kita –pemerinth
khususnya-- harus mendukung gerakan-gerakan literasi. Sebab dengan langkah
inilah demokrasi dinegara kita tidak hanya baik secara birokrasi, namun juga
baik secara substansial.
Wallahu’alam
Penulis adalah
pengurus rumah baca Damar26 cilegon.
Mahasiswa
semester III IAIN Serang
Alumnus
Madarash Al-khairiyah karangtengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar