Saya
teringat ketika saya duduk di bangku SD , berdoa sebelum pulang sekolah menjadi
bagian wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Di sekolah saya dulu, do’a itu
diganti dengan membacakan surat Al-Ashr, menurut adik saya yang sekarang duduk
dikelas tiga SD, hal yang demikian masih
terus dijalankan, berdo’a sebelum pulang masih dengan melavalkan surat Al-Ashr.
saya tidak tahu sejak kapan hal tersebut diterapkan, dan siapa yang pertama
kali mengusulkan. Saat itu saya tidak pernah menanyakan, mengapa harus surat
Al-Ashr yang dibaca, kenapa tidak surat yang lain.
Kalau kita mengartikan surat itu
sesuai dengan terjemahan dari departemen agama, maka jelas, dalam surat itu
tidak ada bentuk kalimat yang menunjukan sebuah permohonan, yang ada hanya
sebuah sumpah, peringatan dan anjuran. Lantas, alasan apa yang membuat para
siswa-siswi membaca surat tersebut setelah selesai belajar? Dalam tulisan ini,
secara singkat kita akan mengkajinya.
Kata
‘Ashr dalam surat Al-Ashr (Wal’Ashr) diterjemahkan sebagai Waktu. Kata
ini hanya ada satukali dalam Al-qur’an. Menurut pak Quraish, kata ‘Ashr di
ambil dari akar kata yang mempunyai makna “memeras atau menekan sekuat tenaga
hingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan nampak dipermukaan. Al-Qur’an
menamainya ‘Ashr karena manusia di tuntut untuk menggunakanya sekuat tenaga,
memeras keringat sehingga sari pati kaehidupan ini dapat di peroleh.
Waktu
sebelum matahari tenggelam juga
dinamakan ‘Ashr (Asar), karena saat itu seseorang telah selesai memeras
tenaganya, bukankah siang hari pada dasarnya dijadikan tuhan untuk bekerja dan
malan untuk istirahat? Waktu adalah modal utama manusia, apa yang luput dari
usaha kita, masih mungkin kita raih esok harinya, selagi yang luput itu
bukanlah waktu.
Dalam
surat Al-Ashr, Tuhan telah bersumpah: Demi ‘Ashr (waktu). Sesunggunya
manusia dalam kerugian. Manusia menjadi merugi karena dia tidak
memanfaatkan waktunya dengan baik. Dan kerugian tersebut seringkali disadari
ketika waktu sudah asar (tenggelamnya matahari). Bagaimana kemudian agar kita
terhindar dari kerugian itu? Dalam surat ini, paling tidak ada empat nasihat
supaya kita tidak menjadi orang yang merugi:
Pertama,
mereka yang sadar akan kebenaran (Amanu). Kedua, yang mengamalkan kebenaran
(Amilu, Al-sholihat). Ketiga, yang saling mengajarkan tentang kebaikan
(tawashouw bil-Hak). Keempat, yang sabar dan tabah mengamalkan serta
mengajarkan kebenaran (thawashau bil Al-shobr).
Ternyata,
mengetahui tentang sesuatu yang benar, tidak dapat menghindarkan kita menjadi
orang yang merugi, kita dituntut untuk mengamalkan, saling menjaga satu sama
lain, dan bersabar dalam menjalankannya.
Sahabt-sahabat
nabi sering mengucapkan ayat itu sebelum mereka berpisah. Anak-anak SD diatas
juga mereka hendak berpisah sebentar dengan para gurunya, setelah seharian
memeras otaknya untuk mendapatkan sari pati pengetahuan (‘ashr). Maka
seharusnya, surat itu jangan dibaca sebelum pulang saja. Namun, sebelum memulai
pelajaran pun harusnya kita membaca surat itu, supaya kita sadar, agar tidak
menjadi orang yang merugi.
(sumber
baca’an: Lentera Hati, Quraish Sihab)
Wallahu’alam.
Bima
S. 04 desember 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar