Rumah Baca Damar26 ketika masih di rumah pribadi Ayatulloh Marsai |
Sekitar satu tahun yang lalu, saya, Ayatulloh Marsai
(pak Ayat), beserta kawan-kawan yang lain menggagas sebuah rumah baca yang kami
beri nama ‘Rumah Baca Damar26’. Sebetulnya keinginan itu sudah lama mengendap
dalam kepala pak Ayat, bahkan lama sekali semenjak ia lulus kuliah dari IAIN
Sunan Gunung Jati –sekarang UIN—Bandung sekitar 13 tahun silam. Karena beliau
belum juga menemukan kawan-kawan yang satu misi, maka keinginan itu pun sempat
terkubur.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 2012, secara primordial
kami nyatakan bahwa rumah Baca kami telah berdiri. Awalnya kami menggunakan
rumah pribadi pak Ayat sebagai skretariatan, berikut juga dengan koleksi
buku-buku milik beliau. Rumah pak ayat terhitung kurang strategis untuk sebuah
tempat membaca, sehingga tidak banyak orang-orang yang datang untuk membaca
atau meminjam buku. Atas dasar itulah, kami memutuskan untuk mencari tempat
yang baru. Alhamdulillah, tidak membutuhkan waktu yang lama pak Ayat sudah
menemukan tempat yang strategis, tepatnya di lingkungan Pasar Bunder kecamatan
purwakarta. Dengan harga sewa yang juga sangat strategis. Pak ayat pun langsung
menyewa tempat tersebut selama 5 tahun dengan harga 12.000.000,-. Dan biaya itu
murni dari kantong pribadi pak Ayat. Yah, itu uang pribadi beliau.
Mengapa
Rumah Baca?
Kebetulan, saya dan kawan-kawan yang ikut serta
mendirikan Rumah Baca ini adalah murid-murid pak Ayat. Beliau berhasil menanamkan
cinta baca kepada kami ketika kami duduk di bangku SLTA. Kecintaan itu terus
berlanjut hingga kami duduk di bangku kuliah. Sehingga, kami bisa merasakan
kehawatiran yang sama dengan apa yang di hawatirkan pak Ayat. Yakni, rendahnya
minat baca masyarakat juga rendahnya perhatian pemerintah terhadap peningkatan
sumber daya manusia.
Damar26 ditempat yang baru. link. pasar bunder |
Memang, bukannya tidak ada rumah baca atau taman
baca disekitar lingkungan kami. Hanya saja, kami menilai taman baca tersebut
tidak memberikan perhatian lebih kepada masyarakat. Motifasi terbentuknya juga
kami kira tidak lebih hanya sekedar penebus dosa atas program-program
pemerintah. Sedangkan swadaya untuk masyarakat sangatlah kurang. Biasanya
mereka hanya mengadakan kegiatan ketika ada blok green (dana segar) dari
pemerintah. Miris.
Konvensional
atau mandiri?
Setelah beberapa bulan berjalan. Kami mulai merasa
kebingungan tentang bagaimana arah rumah baca kami selanjutnya. Saya pribadi
pernah didatangi oleh salah satu pegawai pemerintahan daerah. Dia mengingatkan saya
agar tidak usahlah membuat rumah baca baru. Kemudian dia meminta saya untuk
mengurusi Taman Baca Masyarakatnya (TBM) yang berada pada naungan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). TBM model begini adalah TBM konvensional.
Artinya, semua yang dijalankannya harus sesuai dengan aturan pemerintah,
mendapat subsidi dari pemerintah, dan semua-mua terkait dengan pemerintah tak
ketinggalan pula wajib dan kudu pro pemerintahan.
foto bersama: relawan rumah baca Damar26 |
Petunjuk terang kemudian datang dari buku Gempa
Literas karya Gol A Gong dan Agus M Irkham. Dalam salah satu tulisannya
mengenai TBM, Gol A Gong menawarkan dua madzhab mengenai TBM. Yaitu madzhab
konvensional dan madzhab mandiri. Mas Gong menjelaskan, bahwa TBM bermadzhab
konvensional harus menempuh aturan-aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
Kelebihannya, selain terlegalkan, juga akan mendapat bantuan berupa dana-dana
dari pemerintah. Namun, kita tidak akan bebas mengkritisi jika terjadi
kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan, idelanya TBM
ialah menjadi basis pergerakan sosial, apa pun itu bentuknya.
Lain halnya dengan TBM bermadzhab mandiri. Meski
dengan buku seadanya, fasilitas seadanya, tidak ada subsidi apa pun darri
pemerintah, namun justru itu yang akan membuat kita terbebas dari
belenggu-belenggu yang membuat kita tidak bebas melakukan revolusi sosial.
Saya selalu ingat apa yang dikatakan pak Ayat selaku
presiden rumah baca kami, bahwasnya rumah baca kita ini adalah dapur yang akan mengolah para pemuda khususnya,
agar menjadi pemuda yang mampu membuat perubahan, agar mampu membangkitkan
bangsa kita yang semakin hari semakin terseok-seok.
Maka, kami sepakat bahwa rumah baca kami, Rumah Baca
Damar26, akan memilih madzhab mandiri.
Penulis
adalah relawan rumah baca Damar26