Adakah diantara pembaca yang tidak tahu dengan Meriam Ki
Amuk? Jangan mengaku orang Banten jika belum tahu atau mengenal benda
bersejarah ini.
Meriam Ki Amuk atau
ada juga yang memanggilnya Ki Jimat, merupakan salah satu benda (senjata)
peninggalan kesultanan Banten yang masih utuh. Mengenai asal mula meriam ini,
banyak sekali pendapat dari ahli sejarah, ada yang mengatakan Meriam Ki Amuk
merupakan hadiah dari Sultan Trenggono dari Demak kepada Sunan Gunung Jati. Ada
juga yang mengatakan bahwa Meriam Ki
Amuk merupakan hasil rampasan perang dari belanda, ada juga yang mengatakan
hadiah dari belanda. Tapi yang jelas, meriam ini sangat membantu kesultanan Banten
dalam berperang melawan penjajah. Jarak tembaknya yang jauh dan suaranya yang
menggelegar, menjadikan Meriam Ki Amuk sebagai senjata pamungkas, senjata
andalan, senjata paling ditakuti yang
membuat para musuh lari tunggang langgang. Oleh sebab itulah meriam ini
di sebut dengan Meriam Ki Amuk. Ia selalu meng-amuk ditengah-tengah pasukan
musuh.
Sedemikan hebatnya Meriam Ki Amuk, sehingga dulu banyak warga
yang mengansumsikan bahwa Meriam Ki Amuk mempunyai kekuatan gaib. Sayangnya,
anggapan yang demikian itu masih bertahan sampai sekarang diabad modern ini.
sebelumnya Meriam Ki Amuk diletakan di pelabuhan karangantu, akan tetapi karena
warga setempat beranggapan seperti diatas, kemudian menjalankan ritus-ritus
seperti melempar koin, atau memeluk moncongya yang konon kalau pergelangan
tanganya bisa bertemu maka orang tersebut akan kaya, seterusnya meriam itu di
pindah ke Banten Lama, tepatnya di depan museum. Meski sudah dipindahkan,
nyatanya masih banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi
syirik itu.
Tiga Inskripsi
Ini sangat disayangkan, tindakan yang demikian itu tidak
semestinya dilakukan oleh masyarakat Banten, atau oleh pengunjung dari luar
banten. karena hal yang demikan itu sangat berpotensi syirik, atau menyekutukan
kekuasaan Tuhan. Sedangkan syirik merupakan dosa yang sangat besar dan dilaknat
oleh Tuhan.
Padahal kalau kita cermati, ada suatu hal yang menarik yang
bisa kita jadikan pelajaran dari Meriam Ki Amuk tersebut. Adalah inskripsi atau
semacam prasasti berbahasa arab yang tertoreh pada meriam ki amuk. Ada tiga inskripsi,
dua inskripsi memuat tulisan yang sama yaitu Akibatulkhoir salamatn Iman yang
artinya “Kesuksesan puncak adalah keselamatan iman.” Dan yang satu ialah La
Fataa ila ‘ali, La sifaa ila zulfikar, Ashbir ala taqwa dahran… yang
artinya kurang lebih, “Tiada jawara kecuali ‘ali, tiada golok kecuali zulfikar,
bersabarlah dalam taqwa sepanjang masa..”
Kini tidak ada lagi peperangan secara fisik, yang ada hanya
peperangan melawan pemikiran dan atau melawan perkembangan jaman yang sejatinya
tidak kalah bahayanya. meriam Ki Amuk sudah tidak mengamuk lagi, namun untuk
melawan peperangan secara batin tersebut Ki Amuk masih ikut andil berjuang
Pada inskripsi pertama, “kesuksesan puncak adalah keselamatan
iman.” Iman secara harfiah biasa diartikan sebagai “percaya”, Sedangkan secara
istilah, jumhur mengatakan iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan
dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Namun pengertian iman
diatas sangat global, masih membutuhkan
penjelasan dan penafsiran. Kalau kita mengartikan iman cukup dengan
percaya saja, maka sesunguhnya setan pun
percaya akan adanya Tuhan, Setan juga Membenarkan adanya Tuhan. Cak Nur mengatakan bahwa iman lebih dari
sekedar kita mempercayai akan keesaan tuhan, iman berasal dari kata Aman, yang
berarti kesejahteraan atau kesentosaan, seseorang yang sudah mendapatkan
imannya, maka dia akan menjadi manusia ‘bebas’, selain Tuhan, semua menjadi
kecil dihadapanya. Maka kalau sudah begitu, dia akan menolak segala jenis
perbudakan –karena ia hanya mau menjadi budak Allah saja—baik itu perbudakan
secara akidah, ataupun perbudakan secara ekonomi. Jika Iman kita sudah sampai
ditahap itu, maka ini akan membentuk manusia-manusia yang berdaulat,
manusiamanusia yang Berdikari. Tidak lagi mau ditekan oleh siapapun, termasuk
kaum kapitlis. Maka tepat sekali wasiat dari Meriam Ki Amuk, “kesuksesan puncak
adalah keselamatan iman.”
Wasiat Meriam Ki Amuk yang kedua adalah, “Tiada jawara
kecuali ‘ali, tiada golok kecuali zulfikar, bersabarlah dalam taqwa sepanjang
masa..”
‘Ali ibn Abi Thalib adalah tokoh dalam islam yang sangat
mengagumkan, saya pribadi sangat mengagumi ‘Ali (jika mengagumi ‘Ali termasuk
dalam golongan Syiah, maka biarkanlah saya menjadi syiah). Beliau seorang
khalifah yang kemilitannya terhadap agama dan Negara tidak bisa diragukan lagi.
dialah sejatinya sosok jawara yang patut dijadikan contoh oleh jawara-jawara
yang ada di Banten. sedangkan pedang Zulfikar, adalah pedang yang senantiasa
digunakan Ali dalam berjihad membela agma Allah, dinamai Zulfikar sebab pedang
ini seperti punya pemikiran, dia tahu musuh mana yang harus ditebas dan yang
tidak, pernah dalam suatu perang, ketika itu musuh sudah bertekuk lutut
dihadapan Ali, hanya sekali tebas musuh itu pasti akan tewas, namun sebelum Ali
menebas musuh itu dengan pedang, si musuh tersebut meludahi Ali. Setelah itu
Ali menarik pedangnya, dia tidak jadi membunuh si musuh. Si musuh
bertanyatanya, mengapa Ali tidak membunuhnya. Rupanya Ali sangat khawatir,
karena si musuh telah meludahinya, ia takut kalau niatanya membunuh untuk
membela agama, berubah menjadi karena rasa benci kepada si musuh. Taqwa
merupakan salah satu simpul sebuah agama. Jumhur ulama megartikan taqwa dengan
“menjalankan segala perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya.” Sesungguhnya
makna yang demikian itu masihlah sangat global, sepertinya kita harus
menjabarkan apa yang sesungguhnya makna dari perintah itu.
Cenderung
kita memaknai perintah hanyalah sebatas syariah saja. Seperti sholat, zakat,
puasa, dan lain sebagainya. Namun, perintah tuhan tidaklah sebatas itu.
Hukum-hukum alam dan hukum-hukum masyarakat (sunatulloh) juga merupakan bagian
dari perintah Allah. Meskipun demikian, keduanya mempunyai sisi nilai yang
berbeda.
Jika ibadah-ibadah syariah, maka Allah akan memberikan
balasnya diakhirat kelak. Meskipun terkadang didunia pun ada, akan tetapi itu
hanya semisal uang muka saja.
Berbeda dengan hukumhukum alam (suantulloh), yang segala
balasanya akan langsung diganjar oleh Allah di dalam dunia. Manusia dituntut
untuk berusaha semaksimal mungkin demi kemaslahatanya hidup didunia. Sayangnya,
terkadang kita tidak memahami bentuk perintah Allah yang seperti ini, cenderung
kita Bersu’udzhon kepad Allah dengan kondisi muslim yang saat ini terpuruk
secara ekonomi, padahal ternyata kitalah yang salah, kita hanya menjalankan
taqwa sebagian saja. Sementara sebagian lain, banyak diamalkan oleh orang-orang
non muslim.
Maka benar apa yang “diucapkan” Ki Amuk, bersabarlah dalam
taqwa. Sebab taqwa seperti sepasang sayap, yang membawa manusia menggapai kebahagiaan
duniawi dan ukhrowi.